Dunia perfilman sedang berpacu menghadirkan karya terbaik mereka. Bersumber dari laman katadata.co.id, setidaknya lebih dari 100 juta capaian jumlah penonton di bioskop Indonesia di tahun 2024. Jumlah ini adalah jumlah terbanyak sepanjang sejarah perfilman di Indonesia. Tentunya hal ini jadi penyemangat bagi para sineas kita untuk menghadirkan karya yang berkualitas.
Dari situlah, saya pun tertarik hadir ke acara IMAC Film Festival 2025. Acara bergengsi ini berlangsung selama tiga hari, semenjak tanggal 14 Februari hingga 16 Februari 2025 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Mengenal IMAC Film Festival
IMAC atau ILUNI (Ikatan Alumni Universitas Indonesia) Movie Award Competition adalah hasil kolaborasi dari Creative Industry Hub ILUNI UI, guna mendukung sineas muda Indonesia melalui format media massa (medium film).
Tema yang diusung pun menarik yaitu “Green Diffraction” untuk menebarkan pesan penghijauan guna tercipta kesadaran dalam pembangunan keberlanjutan. Sehingga siapa saja yang hadir di sini dapat tergerak untuk menjaga lingkungan. Hal ini terlihat dari gelang event (wristband) IMAC, disampaikan oleh panitia saat saya registrasi ulang, ternyata bisa untuk ditanam menjadi tanaman.
IMAC Film Festival 2025 mendapat dukungan dari berbagai kampus, perusahaan dan lembaga keuangan, media partners, serta dari Ekraf (Kementrian Ekonomi Kreatif/Badan Ekonomi Kreatif) Republik Indonesia.
Program yang diusung pun menarik, yaitu ada roadshow kepada mahasiswa dan pelajar tingkat SMP, SLB, SMA dan SMK untuk mencari talent-talent berbakat di bidang perfilman. Kemudian para talent terpilih akan mengikuti IMAC Film Camp selama 7 hari. Selanjutnya, karya mereka yang mengesankan, akan masuk screening di IMAC Film Festival dan yang terpilih akan mendapatkan penghargaan.

Ada Apa Saja di IMAC Film Festival 2025?
Kebetulan saya ikut acara pada tanggal 15 Februari 2025, sehingga bisa menonton karya para sineas muda. Usai registrasi dan teater belum dibuka, saya sempat berkeliling lokasi IMAC Festival ini. Banyak terpampang, judul-judul film pendek yang merupakan hasil dari para talent muda berbakat.
Ada dua teater yang dibuka yaitu Teater Shuman Djaya dan Teater Asrul Sani, tetapi karena waktunya bersamaan, jadinya saya berbagi waktu sesuai dengan acaranya hehe. Nah, berikut uraiannya.
A. Film Screening di Teater Asrul Sani
Semenjak dari luar dan melihat poster 5 film yang terpampang, saya terkesan. Jadilah saya masuk ke teater Asrul Sani untuk menyaksikan screening kelima film tersebut, yaitu:
1. "Reverie" dari UPH College
Film pendek Reverie bercerita tentang mimpi seorang gadis yang duduk tertidur di bawah pohon. Mimpinya seakan tersambung dengan seorang pemuda. Karya sutradara Jessica Bianca Agusty Mulawi dari UPH College ini menarik untuk disimak, bahwa terkadang lewat mimpi kita seakan terdorong untuk mewujudkan impian tersebut.
2. "Fana" dari SMAN 1 Gadingrejo
Film pendek
Fana karya sutradara Muhammad Luthfil Hakim dari SMAN 1 Gadingrejo ini
menyiratkan seseorang yang semula memiliki skill luar biasa, seketika sirna dan
membuatnya frustasi. Dalam kekalutan itu, seakan menyadarkan kita, bahwa segala
sesuatu itu tak ada yang abadi, sehingga perlunya untuk siap menerima dan
menghadapi ketika momen tersebut tiba.
3. "Siapa?" dari SMAN 8 Jakarta
Film pendek Siapa? karya Levin Aoki Qorisu dari SMAN 8 Jakarta mengisahkan seorang pemuda yang dilanda mental illness skizofrenia. Pada momen talkshow, tim dari SMAN 8 Jakarta ini menyampaikan pesan kenapa mengangkat tema depresi ini, agar lingkungan bisa memperhatikan sekitar ada yang mental illness dan juga terhadap diri sendiri.
4. "Prisoned By Her Own Mind" dari SMAN 59 Jakarta
Film pendek Prisoned By Her Own Mind mengisahkan seseorang yang mengalami stuck in a moment dalam pekerjaannya. Film dari tim SMAN 59 Jakarta yang disutradari oleh Reihan Aulia Rahman ini, amat menyentil, khususnya untuk saya, kamu dan siapa saja yang bekerja sebagai penulis/blogger ketika mengalami writer’s block.
Saat momen talkshow dengan tim SMAN 59 Jakarta, Reihan Aulia Rahman menyampaikan bahwa seorang yang kreatif pasti ada momen dia lagi stuck tidak punya ide.
“Semua yang ada di sekitar kita, bisa menjadi bahan untuk membuat karya kreatif. Termasuk hal kecil bisa jadi inspirasi. Maka lihatlah di sekitar kita.” ~ tim SMAN 59 Jakarta.
5. "Langit
Abu-Abu" dari SMAN 2 Semarang
Screening selanjutnya adalah film pendek Langit Abu-Abu dari SMAN 2 Semarang. Dikisahkan dua sahabat yaitu Raja yang menyimpan rahasia dari Dewa sejak lama. Raja, akhirnya berani mengungkap rahasia itu, meski pada awalnya mendapat sambutan tak menyenangkan dari Dewa.
Film pendek yang disutradarai oleh Amabel Cashiope Jasmine, mengingatkan kita bahwa serapat apapun menyimpan rahasia, pastinya akan terungkap juga kebenarannya.
Alhamdulillah, saya berkesempatan foto bersama para sineas muda berbakat ini.
B. Program 8: Survival, di Teater Shuman Djaja
Saya pun beranjak ke teater Shuman Djaja untuk mengikuti acara selanjutnya di IMAC Festival 2025 yaitu Program 8. Pada program ini mengangkat tema Survival, yang berisi tentang film dokumenter bagaimana perjuangan masyarakat setempat. Film pendek yang ditayangkan yaitu:
1. "Tanda Tanya Mereka yang Menjaga" karya Muhammad Sholeh
Film yang disutradarai oleh Muhammad Soleh, dan diproduksi oleh Kincir Film ini bercerita bagaimana kelangsungan hidup penyu, tetapi kurangnya perhatian dari pemerintah setempat.
2. "Noda-Noda Seragam" karya Duifadia Dissa
Film pendek Noda-Noda Seragam yang disutradarai oleh Duifadia Dissa ini merupakan produksi dari Pergisore Films. Dengan mengangkat cerita tentang siswa SMU yang mengalami perundungan, dan harus menyembunyikan hal itu dari orangtuanya.
3. "Remeh Temeh Segumpal Daging" karya Kholid Mundzir Aldry
Karya dari Kholid Mundzir Aldry yang diproduksi oleh Mahakama Film dan KakiTangan Films ini, mengisahkan sepasang suami istri yang berjuang mencari nafkah di tengah kota, hanya saja harus berjibaku dengan elit penguasa. Di film pendek ini, saya suka karena ada komedi sarkas yang dibawakan dan begitu mengena.
C. Program 3: Between the Lines, di Teater Asrul Sani
Beralih ke teater Asrul Sani, saya mengikuti Program 3: Between the Lines. Di program ini mengusung kisah personal dan realita kehidupan.
1. "Outside the Frame" karya Micko Boanerges
Film pendek hasil karya Micko Boanerges ini mengisahkan tentang dua film maker yang sedang merekam situasi di ibukota Jakarta. Tak dinyana sedang perekaman itu berlangsung, terjadilah obrolan unik berbahasa daerah.
Saat momen talkshow, Micko Boanerges menceritakan di balik layar film ini, yang berawal dari tugas kampus tentang ibu, tapi malah dilanjutkan kisahnya menjadi ibukota dan merekam Jakarta.
“Dialognya muncul dari kebiasaan kami ngobrol, dan ada bahasa Binjai.” Terang Micko Boanerges.
2. "Are We Still Friends?" karya Al Ridwan
Film pendek Are We Still Friends dari Al Ridwan, menceritakan tiga orang pemuda yang menghubungi teman masa kecil mereka. Tak dinyana rasa haru pun datang mengalir.
Yups, pastinya tatkala kita menghubungi teman masa kecil, akan muncul memori persahabatan yang pernah terjalin, dan berbagai kenangan lainnya.
3. "Mikrokosmos" karya Aaron Pratama
Film pendek karya Aaron Pratama ini, mengisahkan tentang karakter Pak Yanto yang melaksanakan tugas di hari terakhirnya bekerja sebagai karyawan kampus.
Kisah yang
menggelitik menurut saya, karena selama 25 tahunnya bekerja hanya beberapa
orang saja yang memberikan perhatian, dan tanpa acara perpisahan.
D. Focus on Wregas Bhanuteja
Selain menyaksikan karya film pendek yang memukau dari para talent, saya pun menyaksikan juga film-film pendek dari Wregas Bhanuteja, seperti Saron, Pardoned, Lembusura, dan Tak Ada yang Gila di Kota Ini.
Wregas Bhanuteja merupakan sutradara film Budi Pekerti yang
rilis pada tahun 2023 dan tayang di Toronto International Film Festival 2023.
Karya pria kelahiran tahun 1992 ini dimulai dari film pendek Lembusura yang
rilis tahun 2015, dan di ajang IMAC ini dia sebagai salah satu juri fiksi
kategori umum.
E. Focus on Khozy Rizal
Berlanjut pula pada special program, Focus on Khozy Rizal dengan pemutaran karya-karyanya yaitu Makassar is a City for Football Fans, Basri & Salma In a Never-Ending Comedy, dan Ride To Nowhere.
Khozy Rizal merupakan sutradara film Lika Liku Laki yang
rilis pada tahun 2021 dan tayang di banyak festival film, salah satunya
Sundance Film Festival 2022. Pemilik rumah produksi Hore Pictures ini merupakan
salah satu juri fiksi kategori pelajar.
IMAC Film Festival untuk Kemajuan Industri Film Indonesia
Para talent muda di bidang perfilman yang mengikuti ILUNI UI Movie Award Competition ini, adalah para pelajar dan mahasiswa yang tentunya bakat dan kreativitas mereka dapat terus diasah.
Setidaknya terdapat 246 judul film, dengan melalui tahapan kurasi dari 6 kurator, dan penilaian 9 juri, tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi talent muda, dan dapat dijadikan sebagai modal kekuatan untuk melangkah ke dunia perfilman lebih lanjut.
Baca Juga: Ulasan Film Sampai Jadi Debu
Mereka yang terdiri dari tim kerja, akan terbiasa untuk menyatukan
konsep cerita, beradaptasi dengan gear, dan beragam hal kompleks lainnya. Terlebih yang saya rasakan tatkala menonton
karya-karya film pendek mereka, baik yang diputar di teater Asrul Sani maupun
di teater Shuman Djaja, adalah gagasan cerita yang dibawakan unik dengan teknik
sinematografi yang rapi.
Baca Juga: Daftar Film yang Seru untuk Ditonton Ulang
Dengan kehadiran IMAC Film Festival 2025 ini, amat cocok menjadi agenda tahunan, sebagai langkah menemukan sineas muda berbakat di bidang perfilman. Para talent ini, dapat memberikan ide segar yang out of the box, sehingga sajian film yang diberikan kepada penyuka film (salah satunya saya) lebih berkualitas dan tidak monoton. Semangat generasi muda untuk majukan industri film tanah air.
42 komentar
Semoga IMAC terus bertahan dan semakin membaik konsepnya dari tahun ke tahun. Jika berhasil bukan tidak mungkin sponsorship pun akan bertebaran.
Saya sebenarnya mau datang, pas lihat rells Mbak Fednni hari minggu. Ddan saya pikir masih ada waktu nih datang pas hari minggu 16 Februari. Eh... ternyata saya ada urusan keluarga.
karena pastinya super bangga bisa menyaksikan hasil karya anak muda harapan bangsa.
Semoga acara seperti ini harus tetap ada dan ditingkatkan kualitasnyaaaa. jangan sampai ngilang dari peredaran, apalagi pakai alasan penghematan budget, wokaayy
Film pendeknya menarik semua nih. Unik2 beberapa tema. Padahal yg bikin masih anak sekolah. Hebaaat. Semoga aja dengan adanya kompetisi film maker begini, jadi menambah bakat2 muda di dunia film , supaya perfilman Indonesia bisa lebih bagus lagi
Skr aja film Indonesia udh semakin bagus, tp kebanyakan itu2 aja temanya. Makanya seneng kalo ada teman2 unik dan baru dari bakat baru.
Saya juga setuju dengan quotes di awal nih. Ide sekitar itu mah dekat ya kan
Semoga di upload di yutub yaa.. aku penasaran sama karya anak SMA Negeri Jakarta, Semarang dan Gadingrejo.
Karya anak UPH juga gak kalah bikin penasarannya sii..
Wow, keren-keren yang idenya para sineas muda di IMAC Film Festival ini. Nggak nyangka anak-anak di sekolah menengah sudah bisa menggarap film pendek dengan tema-tema luar biasa
Terus ada Wregas...wah ini sih keren banget yaaa. Sutradara langganan festival.
salut dengan para sineas muda yang bisa membuat film pendek seperti ini. Aku ingin nonton ... apa bisa ditonton via online gitu karyanya?
Kalau datang, pasti bisa kopdar. Eh, uda sering yaa.. nlogger Jakarta menghadiri acara seru seperti IMAC 2025 ini.
Bener banget sih, ajang seperti ini bisa dipakai buat menemukan bakat2 baru di bidang perfilman.
Ladang untuk lahirnya karya karya maestro film dari sineas muda ya mbak
Moga makin berkontribusi terhadap kemajuan industri perfilman di Indonesia
dan ide cerita di Imac ini juga bagus-bagus, relate sama apa yang terjadi sekarang ini