“Teknologi untuk manusia atau manusia demi teknologi?” gumam Mas Bibiw yang kerap dipusingkan dengan dua kata itu.
Berada di sebuah kota futuristik yang penuh dengan gedung-gedung tinggi dan kendaraan terbang, seorang pemuda bernama Mas Bibiw terus memikirkan dua kata yaitu teknologi dan manusia. Ia bekerja sebagai insinyur di sebuah perusahaan teknologi terkemuka yang terkenal dengan inovasi terkini yang melahirkan peralatan canggih.
Setiap harinya, Mas Bibiw menghabiskan waktu di ruang lab yang berkilauan, mengembangkan sistem kecerdasan buatan yang semakin mendalam, lebih pintar, dan lebih efisien. Namun, semakin hari, semakin Mas Bibiw merasakan ada yang tidak beres dari hal itu.
Pernah suatu hari, saat ia pulang dari kantor, ia melihat seorang anak kecil, dengan tangan gemetar, mencoba mengoperasikan sebuah alat canggih yang dijual di pinggir jalan. Anak itu tampak kebingungan, wajahnya penuh kegelisahan saat berusaha memahami cara kerja teknologi tersebut.
Mas Bibiw merasa bingung, mengapa teknologi yang hadir di dekat manusia untuk mempermudah hidup, justru membuat orang-orang merasa semakin terisolasi dan kebingungan?
Malam itu, di tengah kegelapan kamar tidurnya, Mas Bibiw mengulangi lagi pertanyaan kepada dirinya sendiri. "Teknologi untuk manusia atau manusia demi teknologi?"
Generasi Menunduk
Pada hari-hari berikutnya, Mas Bibiw makin merasa dampak dari penciptaan teknologi yang tak terbendung. Ia melihat banyaknya generasi menunduk di berbagai tempat. Entah itu di sekolah, kafe, tempat kerjanya, maupun transportasi umum.
Ya, orang-orang tampak semakin sibuk dengan perangkat mereka, seolah-olah tak ada waktu untuk saling berbicara, berbagi cerita, atau bahkan menikmati keindahan dunia.
Pekerjaan Mas Bibiw yang dulu penuh semangat bergelora, kini terasa seperti sebuah rutinitas yang tak berujung. Semua demi menciptakan sistem yang lebih canggih, tetapi apakah itu yang sebenarnya dibutuhkan manusia?
Mas Bibiw Bertemu Kang Pepey
Suatu sore, Mas Bibiw mendapat kesempatan untuk mengunjungi sebuah desa terpencil di pinggiran kota. Sebuah lokasi di mana teknologi belum terlalu berkembang.
Di sana, ia melihat kehidupan yang jauh lebih sederhana, tapi penuh dengan keceriaan. Anak-anak bermain di luar tanpa gangguan ponsel pintar, orang-orang saling membantu tanpa terganggu oleh layar dari benda elektronik, dan mereka hidup dalam harmoni dengan alam sekitar.
Saat duduk di teras rumah seorang petani, Mas Bibiw berbicara dengan lelaki dewasa yang bijak, bernama Kang Pepey.
"Apa yang membuat hidup Kang Pepey bahagia?" tanya Mas Bibiw.
Lelaki dewasa itu tersenyum, "Kami tidak butuh teknologi canggih untuk merasa cukup. Kami butuh satu sama lain, keluarga, dan alam yang memberi kami segala yang kami butuhkan."
Mas Bibiw terdiam. Hatinya seolah disadarkan dari kebingungannya selama ini. Ia tahu, teknologi bisa membawa kemajuan. Namun, bila manusia menjadi budak teknologi, maka makna hidup yang sesungguhnya bisa hilang.
Baca Juga: Gaji Besar, Tapi Kok Solat Dikumpulkan?
Dengan tekad baru, Mas Bibiw memutuskan untuk membuat perubahan. Ia tidak lagi hanya berfokus pada teknologi untuk mengejar kemajuan tanpa arah, tetapi mulai merancang sistem yang lebih manusiawi. Sistem yang memadukan teknologi dengan kehidupan nyata, yang memudahkan manusia tanpa mengorbankan hubungan sosial dan kebahagiaan sejati.
“Terima kasih Kang Pepey yang telah menghempakan kerisauan hati selama ini. Saya tahu apa yang seharusnya dilakukan untuk kemaslahatan melalui teknologi.” Gumam hati Mas Bibiw
Baca Juga: Please Bu HRD, Tarik Aja Ya!
Pemuda yang bekerja di bidang teknologi itu makin memahami bahwa teknologi bukanlah tujuan, tetapi alat. Dan kini, Mas Bibiw siap untuk menciptakan teknologi yang benar-benar melayani manusia, bukan sebaliknya.
29 komentar
Mirip-mirip dengan yang katanya "Pelayan masyarakat" tapi malah sering marah-marah dan menyalahkan yang seharusnya dilayani.
Jaman sekarang anak mana tahu ada sarjana insinyur, hehehe... sekarang anak tahunya teknologi itu memudahkan kehidupan kita ya
Sedikit2 pegang hp. Lagi makan di resto, walo pergi sekeluarga, tp di sana pegang hp semua 😔
Tau ga liburanku yg paling nyenengin itu pas kemana? Pas ke Korea Utara mba. Krn di sana ga ada internet samasekali. 5 hari kami ga bisa connect Ama dunia luar. Hanya ngobrol dengan teman2 . Dan itu nyenengin bangetttt. Aku JD kenal dengan travelmates ku yg sering jalan Ama aku, Krn kami ngobrol bener2 selama di sana.
Bersyukur bisa ngerasain itu lagi pas ke Korut.
Tapi entah kenapa, aku malah iri melihat mereka tuh lebih 'hidup' sebagai manusia. Mungkin karena gak ada smartphone dan internet, jadi mereka tuh lebih berinteraksi dan sosialisasi satu sama lain. Gak kaya kita, yang biarkata deket secara posisi, tapi berasa jauh-jauhan perkara sibuk sama hape masing-masing.
Jadi pinginnya nih.. kita semua ngobrol dan berinteraksi. Makanya suka ngerasa "Kok bisa yaa.. travelling sambil ngrekam video..pasang story.. bejejer sampe kek jaitan.. realtime!"
Berasaaa... wah, kasian travel-mate nya yaah...
ga diajakin ngobrol. Kalaupun ngobrol mungkin sambil lalu.. dan ini aku kurang suka.
Ngobrol means saling melihat reaksi satu sama lain. Jadi terbentuk bonding.
Apalagi anak jaman now tuh kayak yg makin males2an yhaaa.
ogah ber-critical thinking. karena apa2 diserahin ke tech yg makin alakazam.
usahanya juga kurang all out, jadi ortu kudu punya peran besar
Belakangan ini aku menilik lebih dalam, itu benar sekali karena alam adalah diciptakan untuk manusia menjadi "hidup"
Seperti halnya teknologi itu sebuah alat yg memudahkan manusia, bukan jadi budak.
Terima kasih sudah mengingatkan dengan tulisannya ya mba.
Makanya saya percaya bahwa kelak akan berkembang menjadi aplikasi paling mutakhir saja
Meski teknologi membawa banyak hal positif, namun tak dipungkiri ada hal negatifnya juga. Contohnya adalah dengan adanya AI chatgpt, gemini, deepseek, dan AI lainnya membuat para siswa cenderung mengandalkan mereka untuk menyelesaikan tugas sekolah. Siswa jadi malas berpikir dan belajar sehingga output pendidikan di negeri ini berasa menurun banget.
berkembangnya teknologi memang harus di iringi berkembangnya SDM yang baik, agar teknologi dapat digunakan dengan bijak.
Ceritanya sederhana namun sarat makna. Memang pas dengan perkembangan teknologi saat ini ya
Sehingga banyak manusia yang lebih sering menggunakan teknologi daripada berinteraksi secara langsung