Dalam hubungan sosial, baik itu melalui jaringan internet alias dunia maya, maupun bertatap muka secara langsung tindakan plagiarisme kerap kali terjadi. Terlebih dalam hal terkait bidang kreatif, pendidikan, maupun profesional, plafiarisme ini sering dianggap remeh. “Ah biasa itu mah!”
Padahal dengan “Pemakluman hal yang dianggap biasa” itu, justru makin membuka keran seseorang melakukan tindakan kurang baik itu. Bahkan bisa menular dan beranak pinak untuk ditiru, dengan dalih, “Yang itu saja tidak dihukum, kan?”
Oleh karena itu, kita akan kulik bareng tentang Apa itu Plagiarisme? Bagaimana Mencegah Plagiarisme? Mengapa Ada Tindakan Plagiarisme? Dan Bagaimana Bila Sudah Terjadi Plagiarisme? Berikut uraiannya.
Apa Itu Plagiarisme?
Definisi plagiarisme adalah penjiplakan yang melanggar hak cipta. Sedangkan plagiat adalah pengambilan karangan (misalnya: pendapat dan sebagainya) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan milik sendiri, misalnya menerbitkan karya tulis orang lain atas nama dirinya sendiri. Kedua kata ini berdasarkan pengertian dari KBBI.
Bisa pula diartikan, sebagai tindakan mengklaim atau mencatut karya orang lain sebagai milik sendiri atau pencurian karya intelektual. Klaim karya ini bisa berbagai bentuk, entah itu teks/tulisan, ide, video, foto, dan karya lainnya (ilmiah atau karya seni) tanpa se-izin pemilik karya maupun pembayaran royalti.
Kalau kita telaah lebih dalam, tindakan plagiat ini tak hanya melanggar etika saja, tetapi bisa mengakibatkan si pelakunya mendapatkan sanksi hukum, sehingga dapat merusak nama baiknya sendiri.
Mengapa Ada Tindakan Plagiarisme?
Tindakan plagiarisme seringkali muncul karena berbagai faktor. Beberapa alasan yang bisa menjadi pemicunya adalah:
1. Kurangnya Pengetahuan
Memungkinkan siapa saja belum/tidak sepenuhnya memahami apa itu plagiarisme dan konsekuensinya. Bisa jadi, mereka tidak sadar bahwa menggunakan ide atau karya orang lain tanpa mencantumkan sumber adalah bentuk plagiarisme.
2. Tekanan untuk Berprestasi
Dalam bidang akademik atau profesional, acap kali ada tekanan besar untuk menghasilkan karya yang brilian dan tepat waktu. Istilahnya, karena dikejar deadline.
Akibatnya, seseorang mengambil jalur gerak cepat yang salah dan merasa bahwa plagiarisme adalah jalan pintas sebagai senjata terakhir untuk memenuhi tenggat waktu tersebut.
Apalagi kalau plagiatnya ini kepada karya yang dianggap keren, agar ikutan keren. Atau bisa pula terhadap karya yang biasa saja, nanti tinggal dipoles. Terlebih yang mengikuti lomba seperti menulis/blog. Please jangan ya Bu/Pak.. Di dunia saja antum bahagia, nanti di hari Hisab alias Penghitungan, apa kamu yakin masih bahagia?
3. Rasa Malas dalam Menyusun Karya Sendiri
Kebanyakan orang terlalu malas untuk melakukan penelitian atau menulis karya asli. Mereka lebih memilih untuk menyalin karya orang lain, karena dirasa lebih mudah, cepat, dan tanpa perlu berpikir.
4. Kesulitan dalam Mengutip dengan Tepat
Pernah lihat kutipan? Umumnya, ketika mengutip sumber, dibutuhkan perhatian detail dari kata-kata, tanda baca, dan hal lainnya (halaman, tanggal, dan sebagainya).
Namun, bagi yang tidak terbiasa atau tidak terlatih dalam menulis akademik, ini bisa menjadi tantangan sehingga tergoda untuk menyalin tanpa memberikan kredit yang sesuai.
Bagaimana Mencegah Plagiarisme?
Apakah plagiarisme bisa dicegah?
Bisa, dengan dimulai dari kesadaran diri dan pemahaman mengenai plagiat, dan cara menghindarinya sebagai berikut:
1. Gunakan Kutipan dengan Benar
Maksudnya adalah, saat menulis kutipan hormati hak cipta orang lain, dengan format kutipan langsung maupun tidak langsung, atau seperti:
- APA: penulisan nama belakang dan inisial pertama penulis, ditambah judul dalam huruf kapital, dan tidak ada titik setelah URL.
- MLA: penulisan nama belakang dan nama depan penulis, serta gelarnya (bila ada) dalam huruf kapital.
2. Tambahkan Sumber dengan Benar
Ketika mengutip atau menyontek karya orang lain, selalu tambahkan kredit yang layak kepada penulis atau kreator asli dari sumber yang digunakan. Baik itu kutipan, referensi, atau ide yang diambil dari karya orang lain. Jangan dibiarkan tanpa sumber, padahal jelas-jelas itu bukan karya sendiri.
Please jangan ya Kakak/Adik.. Di dunia saja antum bahagia, nanti di hari Hisab alias Penghitungan, apa kamu yakin masih bahagia?
3. Gunakan Alat Deteksi Plagiarisme
Untuk kamu pekerja konten kreatif, tentunya sudah familiar dengan alat deteksi plagiarisme yang banyak tersedia secara online. Kita dapat menggunakannya untuk memeriksa keaslian karya.
Terlebih nih, buat para bloger yang kerap mendapatkan job content placement alias CP, ada baiknya ceki-ceki lebih lanjut, apakah artikel yang telah disediakan tersebut bebas plagiat atau tidak.
4. Waspada dengan Parafrase
Mungkin ada yang pernah dengar, kalau mau mengutip hendaknya dibuat parafrase. Gak masalah sih dengan parafrase, terlebih ketika dipublikasikan juga masih terbilang aman dimata mbah mesin telusur.
Namun yang jadi persoalan, meski sudah diparafrase jangan dilewatkan mencantumkan sumbernya. Sebaiknya tetap mencantumkan sumbernya walau kata atau kalimatnya sudah berubah.
Bagaimana Bila Sudah Terjadi Plagiarisme?
Jika plagiarisme sudah terjadi, baik secara tidak sengaja atau sengaja, maka akui kesalahan tersebut dengan bertanggung jawab. Kemudian hubungi pihak terkait, agar mendapat jalan keluar bagaimana penyelesaian atau memperbaiki kesalahan tersebut.
Hubungi pihak terkait ini, maksudnya adalah semisal kamu sedang menempuh pendidikan maka yang dihubungi adalah guru atau dosen pembimbing. Sedangkan untuk pekerja kreatif, bisa kepada si pemilik karya. Selanjutnya, bersiap menghadapi segala konsekuensi yang ada dan belajar dari kesalahan tersebut untuk tak lagi mengulanginya.
Baca Juga: Bagaimana Menciptakan Lingkungan Sosial yang Kondusif?
Kesimpulan
Plagiarisme adalah tindakan tidak terpuji, karena merugikan pihak pemilik asli karya tersebut dan juga melukai diri sendiri.
Kok bisa melukai diri sendiri juga?
Setiap manusia yang terlahir ke dunia ini, pada dasarnya adalah dalam keadaan dan memiliki sifat yang baik. Sifat baik itu terpatri dalam jiwanya, tak akan sirna dan menjadi petunjuk ketika ada tindakan yang mengarah kepada hal negatif. Sehingga tatkala ia melakukan tindakan yang buruk seperti plagiarisme, sesungguhnya ia pun telah memberikan luka pada jiwanya yang baik itu.
Tidak akan merugi ketika menuliskan dari mana sumber karya yang diperoleh. Contoh ketika membuat konten tulisan, kan tinggal membubuhkan sumbernya misalnya dari blog fennibungsu.com (sekalian backlink, hehe) atau sumber fotonya dari #SemangatCiee (promosi hestek cakep euy siapa tahu lupa😆).
Yuk, hadirkan lingkungan yang produktif, dengan menghargai karya orang lain secara bijak, serta menghargai diri sendiri dengan percaya akan kemampuan diri untuk berkarya lebih jujur dan beradab. Semangat melahirkan karya-karya yang bermanfaat tanpa plagiarisme.
soal plagiarisme ini memang sudah lama ada, Mbak. Dan kenapa sulit diatasi, karena semuana didasari dari hati nurani.Seseorang yang melakukan plagiat paling hanya sebentar mendapatkan sangsi sosial, Selanjutnya dia bisa muncul lagi dengan nama pena lain. Padahal, apa yang akan dia dapatkan dari menjiplak karya orang lain? Tidak akan ada kebanggaan tersendiri.
BalasHapusJadi bila hati nurani sudah berbicara, maka seseorang tidak akan melakukanplagiat lagi, dan memilih untuk merintis dari bawah sebagai penulis yang nanti akan bangga dengan karyanya sendiri.
soal plagiarisme ini memang sudah lama ada, Mbak. Dan kenapa sulit diatasi, karena semuana didasari dari hati nurani.Seseorang yang melakukan plagiat paling hanya sebentar mendapatkan sangsi sosial, Selanjutnya dia bisa muncul lagi dengan nama pena lain. Padahal, apa yang akan dia dapatkan dari menjiplak karya orang lain? Tidak akan ada kebanggaan tersendiri.
BalasHapusJadi bila hati nurani sudah berbicara, maka seseorang tidak akan melakukanplagiat lagi, dan memilih untuk merintis dari bawah sebagai penulis yang nanti akan bangga dengan karyanya sendiri.
Bahaya banget sih plagiarisme ini di tengah wabah literasi membaca kita yg msh kurang. Kemarin lg viral bgt tuh dosen/peneliti bikin tesis tp ambil dr penelitian org lain. Masalahnya, jurnal tsb malah ga diubah sama sekali dan lgsg diunggah dan dianggap sbg penelitiannya. Ya yg pny lgsg marah lah.
BalasHapusBahkan meski diparafrase, ada kemungkinan msh terjadi duplikasi/plagiarisme sih. Mknya tuh lebih baik ya bikin konten secara original aja. Kan itu pemikiran kita. Sejelek apapun konten yg kita bikin kan lbh baik original. Drpd konten bagus tp hasil comot konten org?
Kemarin yang viral salah satu menteri yang dapat ijazahnya dari kampus wahid di Indonesia yaa.. Diduga plagiasi dan diduga juga gak bikin sendiri, tetapi menggunakan tim.
HapusMemang kalau gak tau tuh suka jadi kena jebakan sendiri.
Lebih baik menulis sendiri karena pasti tau dan paham kalimat per-kalimat yang ditulis sehingga bisa dipertanggungjawabkan.
Saat ini untuk level publikasi ilmiah, parafrase saja tidak cukup. Ada AI checker yang mendeteksi jika parafrasenya menggunakan bahasa mesin. Beberapa publisher hanya mentolerir 7-11%
BalasHapusPlagiarisme itu memang harus lebih banyak disosialisasikan biar nggak ada yang asal copy-paste tanpa izin. Artikel ini bener-bener edukatif banget! Makasih insight-nya, Kak!
BalasHapusNah tuh. Kadang, kalau merasa sudah parafrase kayak udah saja. Nggak perlu lagi mencantumkan sumber informasinya lagi. Ternyata kan masih perlu mencantumkan ya.
BalasHapusNoted mbak untuk pencegahan plagiarismenya. Menambahkan sumber yang benar juga termasuk cara apresiasi pada yang punay konten ya. Ih iya kadang aku juga pakai alat deteksi kalau dapat CP
BalasHapusKarena banyak yang plagiarisme, malah jadi mewajarkannya. Padahal itu sebuah kejahatan juga. Kalau kata dosenku dulu "jangan membiasakan yang salah dan jangan membenarkan yang biasa". Semakin kita mewajarkan, justru malah semakin marak terjadi.
BalasHapusIbaratnya begini, salah tapi dilakoni banyak orang, maka berubah jadi benar. Kalau benar tapi disuarakan oleh segelintir orang, maka jatohnya salah. Plagiarisme ini meresahkan
HapusDalam dunia blog, plagiarisme juga sangat marak. Bahkan tulisan saya dan juga blogger lainnya pun tidak luput dari tindakan plagiarisme ini. Mana nggak nyantumin sumber dan benar-benar copas plek ketiplek. Sedih dan kesel aja gitu. Jadi, memang mesti ada pemahaman tentang plagiarisme sekaligus kesadaran dari dalam diri sendiri juga
BalasHapusMenurut saya pelaku plagiarisme ada karena ia tidak bisa menghargai dirinya sendiri. Iya, seandainya ia yg karyanya dicomot orang, bagaimana tuh perasaan nya?
BalasHapusPlagiarisme ini sebenernya kalau di dunia pendidikan memang gak boleh banget. Karena apapun penulisannya kudu berdasarkan data dan pasti judulnya mengutip. Jadi harus disertai penulisan sumber yang jelas.
BalasHapusHanya saja, kalau di dunia blog, aku pernah dijawab gini sama temen yang jelas-jelas copas "Itu kan informasi umum."
Key, faiin.. jadi selalu ada pembenaran dibalik sebuah tindakan.
Praktik plagiarisme ini sebenarnya sudah parah di Indo ya termasuk kalangan akademisi tapi sanksi rendah jadi ya nggak bakal kapok pelakunya..
BalasHapusSuka sebel banget kalau ada anak yang copas copas tulisan seenaknya dari internet. Gak mau mikir banget deh kesannya tuh. Harus diajarin dulu tentang literasi informasi dan cara mencari informasi di internet dengan baik dan beretika. Hafus pelan² dan berpeoses mengajarkannya.
BalasHapusSemoga makin paham tentang bahayanya plagiarisme setelah pada baca artikel ini. Ya, semacam melukai diri sendiri nih akibat ketidaktahuan, dikira nggak papa comot sana-sini, tau-tau ada yang menggugat. Duh sedih kaaan...
BalasHapusDalam konteks karya ilmiah jikakita mengutip persis tulisan/karya ilmiah kan bs saja dengan syarat mencantumkan sumbernya baik dengan footnote ataupun bodynote. Jadi selayaknya kita bs menghindari plagiarisme asal jujur, tinggal cantumkan saja sumbernya ya. tp klopun tidak mau plek plek, juga bisa diparaprase kalimatnya dengan tetap mencantumkan sumbernya. Klo di tulisan imliah kita dituntut disiplin nah tapi kadang yg nulis santai kayak di blog nih yang harus juga dibiasakan tulis referensi/sumbe kalau mengutip ya
BalasHapusRasanya, tiap tahun akan adaaa aja kasus plagiarisme yang lumayan besar dan heboh. Kalau nggak plagiat jurnal ilmiah (skripsi/TA) ya plagiat buku. Di Palembang aja beberapa kali kejadian, dan ujung-ujungnya kasusnya melempem, pihak kampus sekadar menyesalkan tapi gak berani untuk mencabut gelar dan ijazah si pelaku.
BalasHapusIronisnya lagiiii, mereka yang harusnya memerangi plagiat (ya para dosen/penulis) malah menjadi pelakunya. Ya ampun ini yang sedih banget. Macam anak sekolah disuruh bikin PR tapi ambil di internet. Ngeri :(
STOP Normalisasi Plagiarisme!
BalasHapusApalagi, di tengah berondongan AI serta konten2 pendek audio visual, duuhhh kayaknya makin banyak manusia yg ogah nulis dengan buah pikirnya sendiri ya.
Kadang kala ada juga yang sudah tahu kalau yang dilakukannya adalah plagiarisme tapi pura-pura bodoh alias tak mau tau, ini yang paling parah
BalasHapusMasih banyak yang berpikir kalau semua yang terlihat secara publik berarti bisa dipakai seenaknya. Dipikir gak ada pemiliknya. Makanya plagiarisme masih ada. Mungkin karena pemahamannya yang kurang. Meskipun ada juga yang udah paham, tapi tetap plagiat demi keuntungan pribadi
BalasHapusAku salah satu yang paling menentang perihal plagiarisme sih. Walaupun memang, kadang dalam progress tulis menulis itu sering terinspirasi dari banyak penulis ternama.. Tapi ya harusnya sebatas terinspirasi saja, ndak boleh lebih. Seterusnya baik diksi dan alur cerita yang disampaikan ya harus murni ide sendiri.
BalasHapusCuma ngerinya kalo sekarang tuh, plagiarisme sulit dilacak sebab sudah menggunakan AI. Padahal ya, ketika karya-karya kita dijadikan bahan untuk training AI, sesungguhnya itu sudah bentuk plagiarisme dan pelanggaran hak intelektual.
sayangnya makin kesini makin banyak yang ga peduliin etika saat menulis mbak
BalasHapusapalagi semenjak ada chatgpt
wah makin males ga sih org2 buat karya original
Plagiarisme ini banyak sering terjadi baik di berbagai bidang seperti penulisan maupun pendidikan. Motifnya memang beragam, ada yang memang niat untuk plagiat tapi ada juga yang karena ketidaktahuannya melakukan plagiarisme.
BalasHapusApapun alasannya, tindakan plagiarisme ini memang harus dihindari, yaa ...
Jangan menyepelekan tentang plagiarisme ya ... Mungkin sekali dua kali masih ditoleransi. Apalagi dimodifikasi. Tapi kalau niatnya emang mencontek, ya sama aja dengan mencuri ya...
BalasHapusSalah satu menghindari plagiarisme harus memahami topik dan karya yg ingin dibuat. Dan perlu sekiranya mencari referensi sebanyak mungkin dan relevan. Sehingga bisa lebih kreatif dan inovatif untuk menghasilkan yg terbaik
BalasHapusPlagiarisme memang harus menjadi kesadaran bagi semua. Menghargai karya seseorang. Karena proses menulis itu tidak mudah. Kredibilitas kita sebagai penulis juga dipertaruhkan jika melakukan plagiarisme.
BalasHapusThanks banget sudah membuat artikel ini dan menjelaskan definisi plagiarisme sebagai tindakan penjiplakan yang melanggar hak cipta sangat informatif. Menyoroti faktor-faktor seperti kurangnya pengetahuan, tekanan untuk berprestasi, rasa malas, dan kesulitan dalam mengutip dengan tepat sebagai pemicu plagiarisme memberikan wawasan yang mendalam bagi kami2 yang baca. Saran untuk mencegah plagiarisme melalui penggunaan kutipan yang benar, pemahaman mendalam tentang materi, dan penulisan karya orisinal semoga jadi inspirasi bagi kami2 juga. Tentunya kita semua berharap dengan adanya artikel ini, kesadaran akan pentingnya menghargai karya intelektual orang lain semakin meningkat.
BalasHapuskalau dipikir menjiplak itu kan kalau ketahuan menjadi hal yang memalukan, tapi kalau karya kita yang dijiplak ya tentu saja kita musti protes karena menghasilkan sebuah karya itu prosesnya tidak mudah kan ya
BalasHapusSedihnya kalau ada pihak yg membenarkan plagiarisme padahal itu sama aja maling karya orang lain. Nah yg bikin banyak kasus plagiarisme karena pembenaran nyontek yg dilakukan oleh para murid. Padahal ini gak jujur dan bahaya banget.
BalasHapusTerkadang memang Krn ketidaktahuan, atau bingung cara menulis credit apalagi utk tulisan yg formal seperti karya ilmiah, thesis dll. Itulah pentingnya belajar ya mba.
BalasHapusTapi mau tulisan apapun, formal atau tidak, ttp aja harus diksh tahu semisal tulisan kita ada mengambil info dari mana.
Ini reminder juga buatku, yg mungkin ga sadar ambil info dari Wikipedia ttg sejarah suatu tempat. Atau dimana pun juga lah.
Pernah beberapa kali tulisan aku dicomot plek-ketiplek di portal besar, dan nyebelinnya, mereka posting backdated, sehingga seakan-akan (kalau lihat tanggalnya) akulah yang menjiplak...
BalasHapusKeselnya lagi, pas komplen ke portal tersebut, nggak ditanggapi... Ini bikin aku sempat mogok nulis di blog setahun... hahaha...
Plagiarisme ada yang bersembunyi di balik kata nggak tahu loh Mba, pengen punya konten bagus tapi nggak mau nyantumin pembuat konten terus dia kasih caption sendiri. Penting sih buat kasih watermark di konten yang dibuat baik di medsos atau blog. Ada yang diingetin malah balik marah, dibilang katanya kalau udah up di medsos ya harus terima kalau ada yang pakai kontennya. Nah yang kaya gini bikin susah buat ngatasin plagiarisme. Saya juga pernah foto blog dipakai orang lain tapi untung sih dikasih watermark. Kalau soal tulisan udah saya pasang anti copas biar nggak ada yang bisa dicopas tulisannya.
BalasHapusSoal Plagiarisme memang jadi siklus yang perlu dipahami lebih dekat, karena kadang benar seperti mba tulis bahwa kurang pengetahuan tentang hal tersebut.
BalasHapusKembali lagi pada jadi diri pribadi itu, jika dia tahu bahwa apapun bukan hak tidak bisa diakui, dan memiliki hati yang mengerti bahwa karya itu sangat penting dihargai, sekecil apapun itu.
Jika itu sudah dimiliki, sepertinya persoalan plagiarisme akan bisa teratasi dengan baik.
jadi inget waktu zaman bikin skripsi dulu, itu aja aku berusaha untuk nggak menjiplak kata-kata dari skripsi dengan tema sejenis dari senior.
BalasHapusKalau untuk kutipan memang bisa aja tertulis sama di naskah, tapi nggak lupa untuk menulis sumbernya, ini penting banget
Plagiarisme sebisa mungkin kita hindari, apalagi kalau kita bekerja dibidang kreatif, terutama writing. Sekarang toolsnya udah makin canggih, tinggal copas beberapa teks, udah muncul resultnya.
aku juga pernah nulis artikel, dan malah skor plagiarismenya tinggi, padahal udah dimodifikasi sekian rupa. Dan akhirnya ubah lagi konsep terutama untuk pemakaian kata-kata
Hastag nya keren pisan nih 🤩. Nggak lupa soalnya kaya jadi salah satu USP mu, apalagi kalau bukan IG mu. Terkait plagiarisme ini beneran cukup meresahkan sekali. Aku sih berharap orang semakin aware terhadap hak cipta dari setiap karya dan nggak ada salahnya juga nyantumin sumber asli ya. Salah satu cara belajar lebih menghargai karya orang lain dan pastinya kasih impact positif juga. Terkait kutipan ini menarik juga ya, apalagi saat masih nulis skripsi dan canggihnya masa kini konten tulisan atau artikel bisa di cek tingkat plagiarisme nya.
BalasHapusSalah satu kasus yang pernah mencuat adalah seorang mahasiswi yang punya buku dan jadi pembicara di mana-mana. Eh, ternyata dia menjiplak. Terus mirisnya malah ada pembelaan dari dosen kampus.
BalasHapusPadahal ini tidak bisa dibiarkan. Dia akan merasa nyaman dan akan terus melakukan plagiasme. Padahal tidak akan dia dapatkan apa-apa dari menjiplak karya orang lain, selain hanya pengakuan semu dan sesaat.
Anak saya di kampusnya kali bikin paper hrs cek plagiasi di turnitin. Max 20% baru boleh dikumpulin. Cuma sebelnya masa judul bab kyk PENDAHULUAN, KATA PENGANTAR, KESIMPULAN, gitu diitung teks plagiat jg. Hadeeeh. Klo untuk blogger aku setuju banget kudu wajib nyertain sumber tulisan saat mengutip teks.
BalasHapusLagi ASI adalah salah satu cara yang tidak baik yang banyak diambil orang sebagai jalan pintas untuk mendapatkan hasil, padahal itu akan mengurangi dan juga merugikan bagi sang penulis sendiri. sebaiknya tidak dilakukan lah
BalasHapusterima kasih mba Fen yang sudah mengingatkan kita para penulis, hampir semuanya saya lakukan sebelum menulis, kalau paraphrasenya tentang sesuatu pengetahun sains saya akan selalu tampilkan sumbernya, kalau sifatnya yang umum saya biasanya enggak karena terlalu banyak sumber dan pemikiran logika kita sama, nah kalau kayak begitu gimana ya Mba Fen baiknya?
BalasHapusPlagiarisme ini meresahkan ya apalagi di kalangam akademisi, kemarin baca berita tentang sejarawan luar yang suka meneliti Pangeran Diponegoro tak luput dari plagiarisme dan pencurian karya tulisnya pleh sesama peneliti...miris..
BalasHapusSudah coba untuk mencegah tetapi tetap saja ada yang copy paste
BalasHapusMemang sejahat itu kalau memang niat orangnya sudah gak benar pasti ada saja yang dilakukan buat plagiat
Inget jaman dulu waktu bikin laporan praktikum pas kuliah. Sering banget yang namanya parafrase. Ternyata begini juga bentuk plagiarism yaa.. Huhuhu...
BalasHapus