Bercerita tentang dunia kerja seakan tidak ada habisnya. Ada saja hal – hal yang menyenangkan, bercampur rasa tegang, sedih, dan kesal. Namun semua itu dijalani dengan rasa #SemangatCiee, karena tentunya ada alasan untuk tetap bertahan di tempat kerja itu.
Apa Itu TENGGO?
Kisah yang saya alami ini berkaitan dengan pulang cepat alias Tenggo. Tahu artinya? Tenggo adalah pulang kerja yang menunjukkan waktu “Teng” jam 17:00 langsung “Go” untuk beranjak dari kantor. Biasanya bagi perusahaan, pulang tenggo adalah hal yang lumrah.
Namun tidak bagi seorang atasan. Terkadang ada atasan yang menginginkan stafnya pulang tepat waktu agar efisien waktu dan bekerja lebih optimal. Ada pula yang menganggap bahwa pulang tenggo adalah suatu aib, tidak loyal, apalagi untuk seorang bankers.
Iya, saya pernah menjalani tugas negara sebagai seorang bankers. Katanya bankers itu identik dengan pulang malam alias di luar jam normal gituh 😄. Jadilah tidak bisa pulang TENGGO. Istilah tersebut, baru saya ketahui dari cerita teman yang mana dia nggak bisa pulang ontime, karena memang pekerjaannya waktu itu belum selesai.
Memang pekerjaan saya
sendiri udah selesai?
Sebab tidak adanya COT alias Cut Of Time di divisi tempat kerja saya
waktu itu, jadinya tiap-tiap karyawan haruslah me-manage pekerjaannya sendiri.
Sebenarnya sih, ini hal yang paling nggak enak. Kalau ada COT-nya kan enak yah,
jadi jelas kapan pulangnya. Jadinya, yah begitu, istilah pulang tenggo seakan
menjadi momok yang mendebarkan di sana. Cieea
berdebar…, deg-degannya jangan sampai mulas yak…! 😄
Detik-Detik Si TENGGO… Mungkinkah Terjadi?
Nah debaran itu mulai menunjukkan detik-detik pembersihan. Maksudnya adalah, kan jam pulang itu 17:00, sekitar lima belas menit menjelang, meja kerja mulai dirapikan dengan meletakkan peralatan seperti note book, pulpen ke tempatnya. Database di komputer beserta file sudah disimpan sebaik dan sehapal mungkin. Sesekali menoleh sejenak ke meja kerja rekan, sambil senyum-senyum nggak jelas.
Sepuluh menit menjelang…
tas kerja mulai di letakkan di atas meja, padahal tadinya disimpan rapi di laci bawah. Air minum yang masih ada, jangan lupa untuk dihabiskan, agar memudahkan kerja petugas OB. Kembali sesekali bertandang ke meja kerja rekan-rekan yang lain, sembari melepaskan senyum dan tawa.
Lima menit menjelang…
Dering telepon berbunyi. Suasana yang ceria
akan tawa seketika meredup. Ada yang beberapa menahan napas, meski masih
terdengar seperti dengkuran karena dari mereka ada yang sedang flu. Detik yang
gerakannya memang seperti itu adanya, tak bisa lagi dibilang lambat atau cepat.
Baca Juga: Kisah Siapa yang Jadi Juaranya?
Dering berikutnya terdengar lagi. Satu persatu wajah hendak mengheningkan cipta, tapi mereka harus kuat layaknya Patung Pancoran yang selalu bersemangat. Sinyal anggukkan kepala, ternyata belum mampu mentransfer keberanian.
Pada dering ketiga, akhirnya teman saya yang
menganggukkan kepala memberanikan diri. Ia raih gagang telepon berwana abu-abu
itu. Lalu dipegangnya dengan mantap, dan mengangkatnya meski jemarinya bergetar
hebat.
“Assalamualaikum Divisi Pembiayaan dengan Akhi ada yang dapat dibantu?” ujar teman saya itu dengan satu tarikan napas 😎, dan diakhiri senyuman.
Wahai para pembaca, apa kamu tahu maksud senyuman itu apa? Nah, mari dilanjutkan apakah jawaban kamu benar atau tidak salah 😁.
Teman saya pun menganggukkan kepalanya, sambil sesekali melihat ke arah kami satu persatu. Kemudian kembali anggukkan kepala. “Baik, Pak, akan saya sampaikan,” katanya sembari meletakkan gagang telepon ke tempatnya.
Baca Juga: Pilih Laper atau Baper?
Kami sontak menjadi penasaran apa yang telah dibicarakan.
“Pak Kadiv absenin kalian satu-satu,” ujar Akhi yang disambut helaan napas dan juga celotehan teman-teman. “Ooh iya buat Fulan dan Ikhwan, ditungguin beliau di ruangannya,”
“Selalu gue deh ujung-ujungnya yang bakal pulang telat. Padahal anak-anak gue ngungguin,” ujar Ikhwan sambil bangkit berdiri.
“Maklumin aja deh,” Fulan menanggapi dengan wajah selalu sabar.
Fulan dan Ikhwan pun melangkah gontai menuju
ruangan yang dimaksud. Sementara kami langsung bersegera meluncur untuk pulang.
Merdeka!
Itulah penggalan cerita pulang Tenggo yang kisahnya nggak hanya terjadi pada satu hari saja, melainkan di hari-hari yang selalu penuh debaran. Kalau kamu ada dalam cerita itu, kira-kira akan melakukan apa, dan sebagai siapa? 😁
49 komentar
Kalau ada tugas dadakan biasanya diminta dikerjakan besok paginya. Jadi gak deg-degan tiap mau pulang kerja.
Pas pulang bisa tenggo, tapi pas masuk kerja, kudu ada briefing pagi. Kadang sesama tim guru, kadang sama tim inti. Jadi tetep aja menurutku loyalitas jam kerja ini gak hanya di waktu pulang kerja yaa...
hihii~ ((maap, jadi adu nasib gini siik..))
Soalnya kalok tenggo kan bareng temen-temen tuh.. biasanya kita juga ga langsung pulang sii.. nongs dulu makan dimanaa gitu. Jadi bener-bener masa-masa paling bahagia.
jadi inget masa-masa pas sekolah jadinyaa mba hihi, menantikan banget sama bunyi "teng" karena buru2 pengen pulaaang huhu
Yeee... pegawai punya hidup yang lain kaliii, ga cuma ngurusin kantor.
jadi ingat OA di kantor malah itu yang paling sering tenggo waktu itu :D
Aku seneng banget baca kisahnya ka Fen.. berasa baca bukunya Almira Bastari tentang warna-warni dunia kerja.
Tapi pas udah jadi atasan, aku ga mungkin balik jam 5 krn alasan macet jalanan mba. Kalo aku paksain, aku ga bakal bisa cepet juga sampe rumah. Yg artinya bakal telat sholat magrib.
Makanya aku tetep milih balik jam 8 ke atas, supaya ga capek di jalan. Di kantor aku bisa ngerjain kerjaan yg msh pending. Toh saat udh di level managerial, ga dpt overtime juga 😂😂. Sama aja mau pulang jam brp pun.
Tapi anak2 buah ku yg msh dpt OT aku suruh pulang cepet. Paling yg level tinggi aku suruh tinggal kalo memang masih ada kerjaan