Lagi-lagi mengenai tes masuk perusahaan. Tulisan ini memang banyak menginspirasi saya untuk sharing hal-hal tentang interviu yang bisa menjadi manfaat bagi pembaca, dari pada disimpan dalam notes aja. Selain itu dilarang tidur sebelum selesai membaca, hehe. Cieea mulai dah yuk.
Sekitar menjelang
akhir tahun 2015, saya meng-apply pekerjaan sebagai sales administration staff di salah satu perusahaan swasta di
bilangan Sudirman, Jakarta Pusat. Hanya berselang dua hari, saya mendapatkan
email dari bagian personalia untuk mengikuti tes psikotes dan tes bahasa Inggris secara online. Saya ikuti petunjuk yang diberikan. Selang dua hari
kemudian, saya pun dihubungi melalui telepon untuk datang ke kantor tersebut.
Hari yang dinantikan
tiba, saya persiapkan diri dengan menggunakan blazer warna ungu, jilbab warna
dasar hitam bercorak warna ungu dan rok panjang berwarna hitam dan sepatu hitam.
Transportasi yang digunakan adalah kereta commuterline.
Naik dari Stasiun Klender Baru sekitar pukul enam lewat, tiba di Stasiun
Manggarai pukul tujuh kurang. Saya pindah kereta demi tujuan ke Stasiun
Sudirman. Saya memilih jalur tujuh yang menuju Stasiun Duri. Sebenarnya sih
bisa di jalur lima, hanya saja saya maunya duduk, malas berdiri dan
berdesakkan. Takut make up lecek.
Padahal sih nggak dandan, cieea.
Lanjut dah.., tiba di
Stasiun Sudirman mengantarkan saya untuk menuju musola. Saat itu saya ingin
sholat Dhuha, biar hati plong kepada Yaa
Raazaaq. Soalnya perasaan hati saya, sama sekali nihil. Di bilang
"lanjutkan saja" atau "nggak usah lanjut" tidak ada
persaaan yang lebih berat ke salah satunya.
Usai sholat, mantapkan
hati keluar dari Stasiun Sudirman, lalu saya lanjutkan naik busway. Jalan sedikit menuju gedung yang dituju. Masuk ke dalam gedung lekas
mendekati bagian customer services. Biasa, lapor diri dan tukar KTP dengan kartu
visitor sebagai identitas saya di dalam gedung.
Dengan feeling yang nihil, saya datangi kantor
tersebut memakai lift. Secara gitu, kantornya ada di lantai 23. Kalau pakai
tangga biasa, yang ada tambah kurus saya.., uhuhu😓.
Ting.. Pintu lift terbuka, nama perusahaan sudah tampak jelas. Kaki kanan saya
lebih dulu menapaki kantor tersebut. Langsung saja saya lapor diri kepada
bagian receptionist. Saya pun diarahkan untuk menunggu di tempat yang telah
ditentukan. Setelah anggukkan kepala tanda
mengerti, saya memerhatikan sekeliling ruangan itu yang tertempel banyak poster dan pamflet bukan berbahasa Indonesia, dapat dipastikan bahwa
bekerja di sini menggunakan bahasa Inggris.
Tak lama kemudian, dua orang wanita dewasa mengenakan blazer dan celana panjang warna senada
menghampiri saya. Yang satu lebih tua, rambutnya tergerai sebahu dan tidak
mengenakan kacamata, sebutlah namanya Ibu Ukhti. Sedangkan yang satu lagi lebih
muda, rambutnya diikat kucir kuda dan mengenakan kacamata, sebutlah namanya Ibu
Ummi.
"Dengan, Mba Bungsu?"
tanya Ibu Ukhti.
"Betul, Ibu,"
saya
menjabat tangan kedua wanita dewasa itu.
“Mba
Bungsu tinggal dimana?” tanya Ibu Ukhti.
Di rumah,
Bu, cuman rumahnya nggak saya bawa ke sini (ngarep yak mau bicara seperti itu 😁). “Di wilayah Jakarta Timur,” jawab
saya.
“Baik,
kemarin-kan Mba Bungsu sudah kami minta untuk untuk tes psikotes dan tes Bahasa
Inggris. Gunanya untuk mengetahui kemampuan bahasa asing, sebab di sini untuk
berbincang-bincang dengan atasan itu menggunakan bahasa Inggris,” terang Ibu
Ukhti lagi. “Mba bisa kan berbahasa Inggris?”
Baca Juga: Tanggal 15 Ada Kejadian Apa?
“Bahasa
Inggris saya, pasif, Bu,” jawab saya.
“Beliau
nggak tiap kali juga sih bertemu para stafnya. Hanya saja diharapkan kalau
nanti pas ketemu ngobrolnya pakai bahasa Inggris,” terang Ibu Ummi.
Saya
anggukkan kepala saja. Dalam hati udah punya persiapan sih, kalau beneran nanti
bergabung di sini dan ketemu beliau itu ya udah henpon nggak boleh jauh-jauh,
biar langsung cek google terjemahan 😄.
Baca Juga: Ketika Laper dan Baper Harus Memilih
Ibu Ummi
menerangkan pula hal lainnya, “Selanjutnya untuk masalah jobdesk …. “
Pembahasan
mengenai jobdesk itu tidak bermasalah untuk saya. Boleh dikatakan, saya merasa
sreg di awal. Bagaimana di akhir? Inilah kelanjutan percakapan itu.
“Untuk
masalah gaji, tidak ada masalah dengan permintaan Mba,” terang Ibu Ukhti.
Yeay, saya
mintanya sih di atas UMR. Alhamdulillah disetujui. Bisa ngerasain dapat gaji
gede itu, jadi ingin lompat di atas trampolin.
“Oh iya
ada yang ingin saya tanyakan,”
Khayalan saya
berhenti sejenak.
“Pada
pekerjaan ini, dapat dikatakan tidak hanya diperlukan ketelitian dan kecepatan
saja, melainkan juga waktu untuk beribadah yang memungkinkan untuk dipangkas,”
“Oh, kalau masalah sholat, tenang saja saya bisa mengatasinya dengan di awal waktu, terus bisalah sambil makan siang berhadapan di meja komputer,” ujar saya.
“Bukan itu
maksudnya,”
Tatapan
Ibu Ukhti terlihat serius.
“Mba
sholatnya dikumpulin. Jadi solat Zuhurnya dilakukan di waktu Ashar, karena proyek pekerjaan ini membutuhkan kecepatan di waktu tersebut, seperti
yang diungkap di awal. Di sini ada kok karyawan yang seperti itu. Bagaimana,
Mba?”
”Maaf, Bu,
saya nggak bisa seperti itu. Kok sholat dikumpulin? Kan halangannya bukan lagi
dalam perjalanan jauh atau dalam keadaan berperang. Tapi bisa diatasi kok
dengan cara yang saya katakan sebelumnya,”
Saya di
sini berusaha untuk nego. Istilahnya tetap #SemangatCiee
siapa tahu bisa, tanpa mesti mengorbankan sholat.
Ibu Ukhti
menoleh ke arah Ibu Ummi, “Ada lagi yang mau ditambahkan?”
Wanita
muda itu menggeleng.
“Baik, Mba
Bungsu, kami akhirkan wawancara ini. Nanti akan dikabari paling lambat tiga
hari, bila memang lolos seleksi. Terima kasih atas kehadirannya.”
Baca Juga: Apa Itu Blogging Journey?
Ibu Ukhti mengulurkan tangannya, begitupula dengan Ibu Ummi yang langsung saya sambut dengan hangat. Saat itu, keluar dari ruangan hingga keluar gedung, saya merasa agak sedih. Sekalinya gaji gede disetujuin, tapi masalah sholat yang dikumpulin ini amat berat. Ini melebihi beratnya rindu Dillan kepada saya, Cieea.. ngarep….😤. Memang kisah ini lagi pas boomingnya Film Dillan sama waktunya? Hehe. Tapi kan bisa dicocokin lah.., Ah sudahlah, maksa banget yah 😂.
Baca Juga: Udah Nyontek tapi Kok Gak Lulus?
Balik lagi yak, semua memang menjadi pilihan, mau ambil pekerjaan dengan gaji besar tapi ibadahmu tertatih, atau temukan pekerjaan yang lain dimana ibadahmu lancar tanpa harus dikumpulin. Kalau saya sih milih yang dapat barokah-nya dunia akhirat. Nggak lucu dong bahagianya di dunia saja, terus akhiratnya ..(isi sendiri)… Jadi, pilihan ada di tangan kita sendiri, dan tetap #SemangatCiee menemukan ridho Ilahi.
22 komentar
Dan setuju, kalau bekerja itu cari barokah saja. karena semua harus seiring sejalan. Bekerja, berdoa, dan terus ibadah.
Kdg sebel sih ada perusahaan yg bikin aturan kyk gt. Tp pengalamanku dulu malah pemilik yg muslim malah bikin aturan kyk gt. Pas kerja dgn pemilik non muslim malah disediain mushola yg bgs. Soalnya kalo karyawannya berdoa tuh pasti yg baik2 jg buat perusahaan. Biar perusahaan maju dan pendapatan naik. Imbasnya ya balik ke karyawan lg sih. Bs naik gaji.
Sedih sih enggak, cuma sangat disayangkan kok tega gitu loh.
Keren mba, masih bisa bernegoisasi dengan tenang meskipun antara gaji gede yang pastinya mupeng banget tapi berat di shalat yang harus dikumpulin.
Semoga segera diganti dengan pekerjaan yang lebih worth it dari segala sisi.
Harusnya pekerjaan tidak menyita ibadah
Kalau sudah menyita, kasihan kita di akhirat
Rasanya dari istilahnya aja kaya yang aneh yaa.. Ini menurutku, ritme kerja di Jekarda memang scale - nya level up banget yaa...
Makanya suka merasa bersyukur kalau tetap bisa berkumpul dengan sahabat sholiha. Mengingat orang yang sholat dan mengingat waktu untuk ibadah seperti ini sudah langka.
Barakallahu fiik~
Kisahnya beneran menginspirasi. Hwaitiiing!!!
Waktu saya kerja di luar negeri, saya sampai ganti majikan karena pertama ga boleh solat.
Setelah punya pengalaman, saya mencari majikan yg membebaskan saya dalam beribadah. Alhamdulillah makanya saya sampai bisa kerja beberapa kali kontrak , karena nyaman dan aman yang jadi jaminan...
Tambah bingung lagi sesudah tau ada syarat salat dikumpulin
Aneh ya?
Jadi searching dan nemu ini:
Di dalam pasal 80 menyebutkan agar perusahaan memberikan kesempatan secukupnya pada tenaga kerjanya untuk melakukan ibadah sesuai kewajiban ...