Wawancara atau interviu saat proses rekrutmen merupakan salah satu tahapan dalam mengikuti proses penerimaan pegawai. Kegiatan tersebut dilakukan perusahaan agar bisa mengenal sosok calon karyawan. Begitu pula halnya dengan si calon karyawan dapat mengetahui seperti apa job desk atau rincian pekerjaan yang akan dilakoninya setelah dinyatakan resmi bergabung.
Nah cerita interviu itu setengah nyesek ini, merupakan pengalaman yang saya alami, lupa persis kapannya. Intinya sih waktu itu Trans Jakarta (TiJe) belum ada yang ke arah Pulo Gebang. Posisi yang ditawarkan adalah incaran saya yaitu staf administrasi. Lokasi perusahaannya tidak terlalu jauh dari Terminal Kampung Melayu. Jadi, kalau misalnya saya diterima kerja kan pulang dan berangkat kerja nggak bakal repot.
Saat di Lokasi Wawancara
Tiba di lokasi saya agak bingung, masuk ke gedungnya lewat mana? Secara gitu pintu utama ditutup, sedangkan pintu samping antara dibuka ama enggak. Alias masih gembokan nggak jelas. Saya diri-diri aja di dekat pintu sambil memerhatikan siapa tahu ada orang yang lewat. Untungnya sih nggak lama menunggu, ada sesosok wanita yang keluar.
“Maaf, Mbak, saya mau interviu, lewat mana yah?” tanya saya.
“Oh lewat sini, Mbak. Nanti pintunya di sebelah kiri.”
“Makasih, Mbak,” saya mengikuti petunjuk yang diberikan, hingga benar bertemu dengan pintu yang dimaksud.
Saya buka pintu itu dan masuk, dimana langsung disambut dengan Mba Resepsionis yang memberikan saya formulir data calon pelamar. Usai menyerahkan CV yang diminta, saya kemudian diarahkan Mba Resepsionis untuk mengisi form tersebut di lantai dua.
Tiba di lantai dua sudah ada tiga perempuan yang kondisinya sama dengan saya yaitu sebagai calon pelamar. Lirik sana sini, kebiasaan saya untuk memerhatikan gedungnya hingga lihat arloji di tangan, bahwa ternyata saya datang beberapa menit sebelum waktu yang ditentukan yaitu belum jam 9.
Lagi asyik-asyiknya mengisi form, para pelamar lain sudah tampak menyelesaikannya. Mereka sedang berbincang-bincang. Saya belum mau ikut nimbrung, karena belum kelar. Namun, #SemangatCiee yang bergelora, saya pun menyelesaikannya tepat di jam 9 lewat 15 menit.
dok. Pixabay
Lamanya Menunggu Proses Recruitment
Ternyata isian form itu tidak hanya tentang data diri saja, melainkan ada tes matematikanya juga. Dan yah, saya pun bisa ikutan ngobrol bareng para pelamar. Ada manfaatnya nih, yaitu :
Menambah pertemanan
Yah, kita kan nggak tahu yang namanya jodoh yah. Siapa tahu aja ketemu lagi nanti dimana. Atau bisa jadi sebagaimana ucapan dari tokoh Surinder Sahni yang diperankan oleh Shah Rukh Khan melalui film Rab Ne Bana Di Jodi, “Kita akan bertemu di jalan,” 😆
Ajang bertukar pikiran
Maksudnya adalah mungkin saja ada diantara mereka yang punya informasi tentang berapa gajinya, nanti akan ditempatkan dimana, dan juga memungkin bisa nebeng pulang bareng, hehe.
Sekitar jam 10, mbak resepsionis naik ke lantai dua. Beliau menanyakan apakah kami para calon pelamar sudah mengisi form dan mengerjakan tes. Serempak kami menjawab bahwa sudah menyelesaikannya. Beliau meminta kami untuk memeriksa kembali dengan teliti, karena user-nya belum datang.
Kecurigaan Itu Pun Datang
Setengah jam kemudian, hal yang sama diulang kembali oleh si mbak resepsionis, dengan mengabarkan bahwa usernya sedang di jalan. Sontak saja membuat curiga salah satu pelamar, sebut saja dia Mbak Ukhti.
“Kok aneh yah, kesannya kayak mengulur waktu deh,” ujarnya.
Dua pelamar yang lain tampak diam saja.
“Ngulur waktu gimana maksudnya?” tanya saya, yang waktu itu masih unyu-unyu hingga sekarang ini, hehe.
“Yah kayaknya kita itu bukan dijadikan karyawan bener di sini. Ini kayak tempat outsource gitu.” Terang Mbak Ukhti.
Baca Juga: Ketika Kipas dan Fokus Menerjang
Pembicaraan yang mulai bergejolak ini, langsung deh membuat saya dan dua pelamar yang lain ikutan mikir (Bukan mikirin Cak Lontong, yah 😄).
“Tadi aku tanya sama warung yang nggak jauh dari sini, mereka nggak pada tahu perusahaan ini kerjanya di bidang apa. Coba menurut kalian gimana?”
“Kalau saya sih mikirnya itu, aneh dengan pintu masuk yang ada dimana. Awalnya sih saya ngerasa ragu-ragu memang buat masuk ke sini,” saya menanggapi.
“Kalau aku memang ngerasa kayak ngulur waktu yah,” celetuk pelamar lain.
“Ah udahlah, aku nggak jadi ngelamar di sini,” ujar Mba Ukhti yang kemudian beranjak pergi.
Setelah mempertimbangkan hampir matang karena dimasak, saya pun lekas mengikuti jejak Mbak Ukhti. Tiba di bawah, saya melihat wajah Mbak Resepsionis dengan rona kurang bahagia. Apalagi melihat saya dan pelamar lain yang baris di belakang Mbak Ukhti.
ilustrasi dari Pixabay
“Ada lagi yang mau tarik CV-nya?” tanya Mbak Resepsionis dengan wajah jutek.
“Saya Mbak, tarik curriculum vitae juga,” saya letakkan form di dekatnya. “Atas nama Fenni Wardhiati,”
Mbak Resepsionis benar-benar memasang rona nggak asyik deh. Mungkin karena marah atau kecewa pastinya karena pada nggak jadi ngelamar di situ. Saya dan pelamar lain yang keluar dari gedung itu, langsung dah geleng-geleng kepala.
Baca Juga: Edisi Bengong di Bulan Juli
Melalui pengalaman ini, saya menginformasikan saja, bahwa kalau sudah ada hal-hal yang mencurigakan, misalnya melebihi waktu yang ditentukan untuk tes, memang sudah saatnya untuk bersiap melangkah ke bawah alias hengkang (bukan langkah seribu yah, udah familiar soalnya, hehe). Dan jangan lupa untuk selalu berdoa dan waspada agar dilindungi oleh ﷲ Subhanahu Wata’ala dari hal-hal yang merugikan.
33 komentar
Tapi memang saat melamar pekerjaan, kesan pertama itu harus kuat ya, Mbak. Ini saja, pintu masuknya membingungkan. Terus belum jelas juga perusahaan bergerak di bidang apa?
Jadi mending tarik saja surat lamaran, buat melamar di perusahaan lain ya, Mbak.
Tapi beda alesan, karena resepsionisnya tampak galak. Akhirnya, saya sama si kawan ini berdalih mau ke atm dan beli minum. Bahkan kita sempet ditahan juga, ga dibolehin.
Asli, i hate that part banget sih, usut punya usut, ternyata itu perusahaan pialang saham, yg notebene ga ada gajinya. Hiks..0
memang benar kita sedang membutuhkan pekerjaan dan berniat melamar pekerjaan. tapi, bukan berarti nggak boleh waspada ya..
Saya pas itu gak ada duit, saya janjiin besoknya, terus pulang dari wawancara saya cerita ke paman saya yang tinggal di Jkt, untungnya saya disadarkan sama beliau.
"Hati-hati lho, biasanya itu gak bener."
Ya Allah, Alhamdulillah, paman saya menyadarkan saya.
Semoga para pencari kerja membaca pengalaman wawancara kak Fenni.
anehh tempatnya, terus juga pas interview itu bukan interview wkwkkw malah suruh bayar biaya pendaftaran, aneh banget
Kudunya sebagai garda terdepan, wajah perusahaan, bisa memberikan kepercayaan calon pekerjanya kembali. Uda gak mau ribet aja nih..