Kalau membicarakan perkawinan usia anak, masih teringat oleh saya karakter Anandhi (Avika Gor) memikul beban berat, tatkala melakukan tradisi itu dengan Jagdish Singh (Avinash Mukherjee) di sinetron India Balika Vadhu yang pernah tayang di TV Swasta kita. Keduanya padahal masih usia sekolah dasar. Anandhi harus menerima perannya sebagai istri dan menantu keluarga Singh pada umur yang sangat belia.
Ketika mereka dewasa dan Jagdish telah mendapatkan gelar sebagai dokter, perkawinan itu pun kandas. Putera dari keluarga Singh itu baru memahami terjadinya pernikahan hanyalah karena tradisi. Ikatan yang telah dilalui belasan tahun itu harus berakhir dengan perceraian. Ya, Anandhi menjadi janda diusia relatif muda, sedangkan Jagdish dengan gelar dokternya ia pun telah menikah dengan wanita pilihannya.
Baca Juga: Usia 11 Tahun Sudah Bisa Apa?
Perlahan Anandhi move on dari masa lalunya itu. Posisi Kepala Desa Jaitsar diraihnya dan bertekad membangun desa menjadi lebih maju, serta berjuang mencegah terjadinya perkawinan anak di sana, mengingat dirinya adalah korban tradisi tersebut. Oke, ini memang kisah dalam sinetron India dengan 2245episode. Balika Vadhu di negaranya (India) telah disiarkan sejak tahun 2008 hingga 2016. Kisah tersebut terinspirasi karena di sana masih terjadi perkawinan usia anak. Lalu bagaimana dengan di sini, di Indonesia? Ya, pernikahan dini masih juga terjadi.
Dilansir dari laman KemenPPPA, bahwa data dari Pengadilan Agama untuk permohonan dispensasi perkawinan usia anak, tercatat 65 ribu kasus pada tahun 2021 dan 55 ribu pengajuan pada tahun 2022. Pengajuan tersebut sebagian besar karena kehamilan yang tak diinginkan dan faktor dorongan dari orangtua yang menginginkan anak mereka segera menikah karena sudah memiliki teman dekat/pacar.
Dari data lainnya, yaitu Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) 2021 tercatat 21% kasus perkawinan dini di Kalimantan Barat (lebih tinggi dari rata-rata nasional 10,35%). Peningkatan kasus terjadi 14-18% dari 2011 sampai tahun 2020. Bahkan dari sensus Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, Kalimantan Barat berada diposisi kelima tertinggi dari 34 provinsi se-Indonesia untuk kasus pernikahan dini ini.
Begitu mirisnya nasib anak-anak dan remaja masa kini, karena mereka tidak mendapatkan hak-hak sebagai anak (Pasal 28B ayat (2) UUD 1945). Dampak pergaulan bebas yang tidak bisa dibatasi, akhirnya pernikahan dini pun terjadi. Padahal di usia anak-anak dan remaja adalah momen manis untuk menunjukkan prestasi dan karya terbaik guna mewujudkan cita-citanya, bukan?
Perkawinan Anak adalah Penyakit Sosial
Di sinilah, seorang pemuda dari Kubu Raya, Kalimantan Barat, Nordianto, tergerak dengan permasalahan perkawinan usia anak. Ia bergerak dari yang terdekat dengan lokasinya tinggal, melalui gebrakan GenRengers Educamp. Menurutnya, banyak orangtua atau masyarakat tidak menyadari bahwa perkawinan usia anak sebagai sebuah bencana. Kebanyakan orang tidak merasakan ini sebagai penyakit sosial sebab dianggap wajar.
Terkejut dengan teman-teman sekelasnya ketika SMP (tahun 2009) yang hampir setiap semester menghilang, tak dinyana pemuda yang akrab disapa Anto ini baru bertemu kembali dengan mereka setelah memiliki bayi. Ini tidak hanya terjadi di kelasnya saja, tetapi juga di kelas yang lain. Di samping itu, berangkat dari kisah kehidupan Anto, yaitu ibunya menikah di usia muda, 16 tahun (saat itu belum lulus SMU-ket).
Batas minimal untuk melakukan perkawinan, baik untuk pria maupun wanita adalah sama, yaitu 19 tahun. Lalu, mengapa terjadi perkawinan dibawah usia yang diatur oleh Undang-undang? Ada hal-hal yang melatarbelakangi dan mendorongnya, seperti faktor tradisi. Lalu anggapan “daripada dicap perawan tua lebih baik menjadi janda”.
Di luar itu, adakalanya lingkungan yang kurang kondusif dapat menekan mental seseorang untuk melakukannya, “Ngapain kelamaan pacaran dari semasa sekolah. Udah langsung nikah, sana!”. Pada sisi lain, pemuda bernama lengkap Nordianto Hartoyo Sanan ini menyampaikan faktor terjadinya perkawinan anak dan mengapa bisa menjadi bencana, karena:
- Si orangtuanya yang tidak memahami apa dan bagaimana kedepannya perkawinan usia anak ini.
- Si anak yang tidak tahu mengapa mereka harus bersekolah.
- Persoalan ekonomi yang mempengaruhi, karena ada dimana salah satu anggota keluarga (si kakak) disuruh untuk menikah, agar anggota keluarga yang lain (si adik) bisa sekolah. Intinya, menikah demi menolong adik-adiknya.
- Adanya anggapan bahwa anak perawan tidak boleh ke luar malam. Jadilah memiliki pemikiran, “kalau sudah menikah atau kalau sudah jadi janda, maka bebas dong berkeliaran”.
Hal ini mungkin tampak seperti persoalan yang receh. Semestinya ini harus diluruskan karena bisa menjadi bom waktu yang sewaktu-waktu dapat meledak, karena generasi muda ini mendapatkan informasi yang salah. Oleh karenanya, Nordianto mendobrak itu semua dengan GenRengers Educamp guna membangun awareness, dan kesadaran dari remaja itu sendiri.
Seperti Apa Genrengers Educamp Itu?
Hadir pada tahun 2016, GenRengers Educamp merupakan Generasi Berencana Indonesia yang melahirkan para relawan yang paham dan peduli masalah kesehatan, pernikahan usia dini, dan pola pergaulan remaja. Dengan mengusung konsep edukasi di luar ruang, kegiatannya bisa berupa fun games, penyuluhan, pelatihan kemampuan memimpin dan manajemen pengenalan diri, serta memberikan pendampingan, agar mudah dicerna oleh para peserta yang berada di usia sekolah. Tak hanya itu sosialisasi juga dilakukan menggunakan kaos dengan tagline: Tadak Kawen Mude (tidak kawin muda), serta hadirnya Garasi Sahabat Kapuas dan Jalan Pemimpin.
“Tidak usah muluk-muluk, bagaimana menyelamatkan jutaan remaja Indonesia, tanpa memikirkan bagaimana dirinya sendiri selamat untuk bangsa ini, dan itu yang dilakukan di GenRengers Educamp,” terang Nordianto.
Edukasi dilakukan dari pinggir kota hingga ke desa-desa di Kalimantan Barat. Dalam 2 minggu sekali, pemuda kelahiran tahun 1994 ini merancangnya dan dibantu dengan timnya, yang setidaknya sudah ada 20 tenaga relawan inti dalam tim inti GenRengers Educamp. Rata-rata para peserta datang dengan sendirinya untuk mendapatkan edukasi, bahkan ada yang mengikuti kegiatan ini baru berusia 10 tahun.
Kegiatan pemuda yang menjadikan ibunya sebagai tokoh inspirasinya ini pun, mendapat dukungan positif dari pemerintah setempat, seperti dari perwakilan BKKBN provinsi. Gebrakan Anto pun bergema dalam skala nasional dimana pada tahun 2016, terdapat 14 kabupaten kota yang terlibat dalam kegiatan ini. Bahkan 10 kabupaten kota dan lima provinsi selain Kalimantan Barat, berhasil ikut terlibat juga pada tahun selanjutnya, dengan menduplikasi dan memodifikasi GenRengers Educamp ini.
Baca Juga: Pilih Bekerja atau Jadi Mahasiswa?
Perlahan-lahan keberhasilan Anto pun turut mengantarnya juga ke acara Indigenous People Youth Conference di Rio De Janeiro Brazil. Ia menjadi penasehat muda United Nations Population Funds Indonesia untuk forum anak. Termasuk juga meraih Apresiasi Satu Indonesia Awards (SIA) dari Astra Indonesia untuk bidang Kesehatan tahun 2018. Tak sampai di situ, berkat meraih penghargaan SIA, memudahkan langkahnya mendapat audiensi pemerintah daerah setempat, berkaitan dengan kegiatan GenRengers dan penetrasi ke desa-desa yang belum terjamah akan edukasi dan sosialisasi ini.
Perspektif Nordianto untuk Generasi Muda
Pemuda yang lahir pada momen peringatan Hari Pahlawan nasional ini, melirik Kalimantan Barat sebagai GenRengers Educamp pertama, karena tingginya kasus perkawinan usia dini, serta pergaulan remaja yang bebas. Meski banyak kendala yang dihadapinya, serta cibiran tetapi Nordianto terus melaju.
“Saya tidak perduli dengan kata orang, saya melakukan hal ini. Senangnya di sekitar saya (circle) mereka paham apa yang saya perjuangkan ini adalah baik. Kalau yang tidak kenal, saya tidak perduli.” Jelas Anto.
Nordianto pun berharap agar jumlah perkawinan usia anak dapat menurun, dan memberikan harapan lebih kepada calon penerus bangsa. Oleh karenanya perlu meluruskan perspektif untuk para generasi muda, bahwa bukan hanya perempuan saja yang harus berjuang dengan permasalahan ini, tetapi juga laki-laki.
Baca Juga: Yuk, Persiapkan Generasi Emas 2045
“Ketika laki-laki sadar, bahwa tugas laki-laki mengayomi dan melindungi harkat dan martabat perempuan sebagai calon ibu bangsa, laki-laki ini akan menjaga perempuan ini secara utuh. Laki-laki pun perlu memiliki edukasi dan pemahaman konsep hidup yang baik, karena ia akan bercermin kepada ibunya dan saudara perempuannya.” Pungkas Anto.
Setiap orang memiliki peran untuk mengantisipasi hal-hal yang kurang bermanfaat untuk kedepannya. Begitu pula Nordianto Hartoyo Sanan, pemuda yang memiliki cita-cita menjadi presiden dan memiliki sekolah di Indonesia ini, memiliki asa dari setiap kegiatan educamp, bahwa akan lahir relawan-relawan baru yang dapat mengambil peran menekan tingginya angka perkawinan dini di tempat asal mereka. Yuk, bersama selamatkan anak-anak Indonesia, minimalisir perkawinan usia anak untuk masa depan mereka dan bangsa ini.
Sumber materi:
- https://jayakartanews.com/selamatkan-indonesia-genrengers-educamp-nordianto-stop-perkawinan-usia-anak/
- https://www.suarapemredkalbar.com/read/ponticity/14022023/kalbar-marak-pernikahan-dini
- Youtube Satu Indonesia https://www.youtube.com/@SATUIndonesiaAwards
- Youtube Kick Andy https://www.youtube.com/watch?v=2owsgNwJ2t4
- Youtube Nozstudio Multimedia https://www.youtube.com/watch?v=SsZijitn1ws
21 komentar
Makanya bagus sekali ini yang digagas oleh Mas Nordianto lewat Genrengers educamp.
Bukan yg merampas seenaknya.
Pernikahan dini udh merajalela di jaman sekarang kak, terutama perjodohan dr masih balita.
Bukan yg merampas seenaknya.
Pernikahan dini udh merajalela di jaman sekarang kak, terutama perjodohan dr masih balita.
Aku setuju sih dgn gerakan ini meski di lapangan tuh msh bnyk bgt pernikahan usia muda. Tetanggaku aja kmrn dinikahkan setelah lulus SMA. Suaminya jg berusia sama. Ini gmn nanti kl udh menikah? Kerjaan gmn? Menafkahi istri gmn? Apa msh dipasok ortu? Ayo sosialisasikan jg ya ke tetangga sekitar kita. Jgn blh nikahkan anak yg msh di bwh ketentuan umurnya.
Kasusnya hampir sama nih waktu masa SMP dulu, banyak temen2ku yg udah gendong anak, padahal baru lulus itu. Alhamdulillah, ada Bang Anto yg seakan jadi garda terdepan buat speak up tentang masalah ini. Tapi nyatanya di lapangan, banyak kendala yg dihadapi yah, termasuk penolakan sampai dianggap ilegal, miris!
Semoga ke depannya, Genrengers Educamp ini bisa mendapat dukungan banyak pihak, terutama pemerintah dan juga para orang tua tak terkecuali anak-anak juga.
Anak-anak tugasnya adalah belajar, bersosialisasi, menggali makna hidup untuk masa depan dengan caranya. Semoga pernikahan dini gak semakin meningkat angkanya di Indonesia.
Supaya tidak selamanya menjadikan diri berapi-api
Tak punya tujuan dengan waktu yang masih ada
Mereka masih muda tapi mau berjuang untuk Indonesia yang lebih baik.
inspiratif banget
Tolonglah ya, menikah itu ibadah seumur hidup. Jika usiamu baru dua puluhan bahkan belasan, urusanmu masih seumur jaung. Menikah tidaklah semudah itu kawan hahaha.
Seharusnya masyarakat memang dikasih pemahaman seperti yang dilakukan oleh Nurdianto ini. Semoga muncul Nurdianto Nurdianto lainnya ya untuk menyelematkan kondisi tidak enak seperti itu