Perkuliahan dan kampus menjadi hal yang mengasyikkan buat para mahasiswa dalam menimba ilmu kurang lebih tiga sampai lima tahun. Di kampus selain bertemu yang namanya SKS (bukan sistem kebut semalem yak, ini adalah sistem kredit semester), BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa), dan terutama adalah dosen.
Hmm, inilah yang akan menjadi pengalaman konyol saya berkaitan dengan dosen, yang saya sajikan secara ilustrasi (ilustrasi aje deh, soalnya nggak enak kan pakai nama asli, nanti minta royalty lagi pada saya, preettt hehe).
##
Gedung tiga lantai itu menjadi saksi kegigihan Bungsu dalam menuntut ilmu di bangku kuliah. Ia adalah mahasiswa fakultas syariah di Kampus Bunga Rampai yang sudah semester tiga. Bungsu yang ditetapkan secara aklamasi menjadi ketua kelas, tengah sibuk mencari seorang dosen.
Seharusnya beberapa menit yang lalu, dosen yang dicarinya ini sudah berada di kelas. Ia pun sebenarnya tidak tahu dosen yang harus mengajar kelasnya seperti apa rupanya. Sebab sudah dua kali pertemuan, belum pernah masuk ke kelasnya.
"Kok Pak Fulan tidak pernah datang ya ke kelas kita? Ini sudah kali kedua," kata Bungsu di depan kelasnya.
"Wah gak bisa begitu dong, kita kan kuliahnya gak gratis," kata Ukhti menanggapi.
"Lebih baik kita berdemo saja di ruang akademik, agar dosen itu dipecat,” ujar Akhi, teman sekelas Bungsu.
"Astaghfirullah. Jangan seperti itu jugalah. Membuat dosen itu dipecat sama saja mematikan mata pencahariannya. Jahat sekali pikiran tersebut." Bungsu menanggapi dengan tenang.
"Tapi, Bungsu .. hal itu pantas didapatkannya." ujar Akhi lagi.
"Aku ke ruang akademik deh, untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Bismillah." Bungsu tak menghiraukan perkataan temannya itu. Ia mantap dengan langkahnya menuju ruang akademik.
"Assalamualaikum, Mba Fulanah," sapa Bungsu kepada perempuan berusia 30-an itu yang menjabat sebagai akademik kampus.
Ruangan cukup besar itu menyatu dengan ruang tunggu dosen. Di sana ada dua pria. Yang satu mengenakan dasi dan kemeja kuning dipanggil bapak pembantu rektor (purek). Sedangkan yang mengenakan kemeja merah jambu, Bungsu tidak mengenalnya.
Mba Fulanah menanggapi dengan lembut. "Waalaikumussalam, Bungsu. Ada apa?"
"Saya mencari Pak Fulan. Apakah ada?"
"Pak Fulan?" tanya bapak purek.
"Iya, Pak." Jawab Bungsu.
"Ini di sebelah saya, namanya Pak Fulan."
"O ... jadi ini yang namanya, Pak Fulan?"
"Kamu tidak mengenalnya?" tanya Pak Purek.
"Tidak, Pak. Sudah dua kali pertemuan nggak pernah masuk, mana saya tahu Pak Fulan itu yang mana."
Yang bernama Pak Fulan, tersenyum tipis. "Em .. sebentar lagi saya ke kelas."
"Kamu menjabat sebagai, apa?" tanya bapak purek.
"Saya ketua kelas, Pak," Bungsu menjawab mantap.
Pak Purek menganggukkan kepala seraya melihat ke arah pria di sebelahnya.
"Terima kasih, Pak Purek sudah memberitahu yang mana namanya Pak Fulan. Assalamualaikum." Bungsu melangkah dengan tenang, karena sudah mengetahui rupa dan niat Pak Fulan bahwa akan hadir di kelas.
##
Itulah kurang lebih pengalaman saya yang sempat membuat Pak Purek dan Pak Fulan berargumen. Tak dinyana pula, usai kejadian itu, Pak Fulan jadi minta nomor hape saya dan selalu mengabarkan materi yang akan diajarkan dan memberi kabar bila berhalangan hadir. Kalau ada mirip-mirip pengalaman ini atau bisa juga cerita kampus, mahasiswa, dan dosen mungkin juga ada pernah kamu alami ketika kuliah, boleh cerita juga di kolom komentar ya. Biar seru lagi berbagi kisah kita, hahah.
[Baca Juga: Terima Kasih, Kamu Telah Sabar Menunggu]
Bagi saya pribadi sih, hal tersebut dapat dimaklumi karena sebagai mahasiswa kan datang ke kampus ingin belajar, dan biayanya nggak murah loh… Ada yang rela kuliah sambil kerja, atau si orang tua yang menjual tanahnya demi anaknya bisa lulus menjadi sarjana macem Si Doel Anak Sekolahan (Cieea …), dan sebagainya.
[Baca Juga:]
Nah buat kamu, dan kalian yang lagi kuliah dan ternyata dosennya nggak datang, #SemangatCiee cari tahu kabarnya ke akademik, lewat medsos, chat, atau telpon ponselnya misalnya, sehingga bisa ditemui jalan keluar selanjutnya.
50 komentar
Dosen yg sudah sering ngobrol dan becanda juga, ternyata gak ngeh dengan nama asli saya. Anggapan beliau, saya termasuk salah satu 'anak badung' yg pastinya dengan nilai ala kadarnya :)
Pesan moralnya gak boleh membuat kesimpulan terlalu cepat, bahkan setelah merasa kenal dekat sekalipun ya.
kalopun absen, selalu ada penggantinya/asisten dosen
Huhu... Memang aku secemen itu pas kuliah.
Eh, kecuali semester awal-awal yaah.. Karena masih bingung mau kemana.
Kalau uda semester akhir, gak ada dosen tuh rasanya bisa dipake buat ngerjain yang lain gitu.. Kaya penelitian skripsi, bimbingan atau sekedar makan siang di kosan temen.
Kayanya tiap hari tuh adaaa aja daftar yang harus dikerjain dan diselesaikan.
Kadang dulu saat masih kuliah, dosen kadang g datang
Biasanya sudah kasih pengumuman Sam akademik
Tapi kadang ada juga yg g kasih kabar
Sebut saja Bu Fulanah.
Bu Fulanah sudah saya kenal lama sejak semester 1 dan 2, tidak seperti cerita Mbak di atas tentang Pak Fulan.
Ceritanya, pada awal pertemuan di semester 3, Bu Fulanah menyampaikan kepada kami sekelas bahwa kelompok yang diberi tugas presentasi, boleh langsung mulai presentasi makalahnya dan tanya jawab. Jika Bu Fulanah belum datang selama 15 menit.
Pertemuan selanjutnya, Bu Fulanah masih hadir tepat waktu. Namun, pertemuan ke berapa saya lupa, beliau tidak juga datang hingga 15 menit. Kami tunggu sampai 10 menit lagi, akhirnya diputuskanlah untuk mulai presentasi. Kelompok yg terdiri dari 2 orang maju ke depan dan menerangkan makalah mereka. Hingga tanya jawab pun berlangsung.
Namun, ketika tanya jawab berlangsung, Bu Fulanah datang dengan wajah kecewa. "Sekarang mahasiswa memang lebih pintar-pintar ya daripada dosen." Upcapnya dengan nada penuh amarah terpendam dan sedikit ada aroma sindiran. Terasa begitu menusuk buat saya pribadi, walau bukan saya yg presentasi waktu itu.
Apalagi setelah mengucapkan itu, Bu Fulanah langsung bergegas pergi ke kantornya dengan sikap dingin.
Tentu saja kami sekelas menjadi salah tingkah sekaligus heran. Padahal yg membuat kesepakatan untuk mulai presentasi adalah beliau sendiri. Sudah jelas diketahui semua orang mengenai itu.
Akhirnya, saya dan beberapa kawan mencoba menurunkan ego dan menemui beliau di kantornya yang hanya terhalang satu ruangan.
Ketika masuk, betapa kikik rasanya, antara tidak tega melihat wajah beliau yang sudah bersikap kekanakan tapi juga tidak habis pikir.
"Bu, kami minta maaf ya, karena memulai presentasi tanpa ibu." Ucap saya agak ragu dan terbata. Kalimat itu yang akhirnya saya pilih, terutama setelah tahu bahwa ternyata beliau sedang menangis dikantornya.
"Bukan salah kalian." Bu Fulanah terisak dengan wajah memerah karena menangis.
Setelah itu, saya langsung mengajak teman yang ikut ke kantor beliau untuk kembali ke kelas segera. Saya benar2 bingung harus berkata apa waktu itu.
Intinya adalah, dosen memiliki masalah pribadi yang kadang tidak dapat terbendung saat berhadapan dengan perkuliahan. Hmm... Bisa merasakan bagaimana jadi Bu Fulanah. Belakangan saya menyadari bahwa punya 5 anak yang masih kecil, suami cemburuan dan posesif, pasti sulit sekali menjalani rutinitas karir di kampus.
Jadilah saat menikah nanti disebutkan "Sdri Fulanah Binti Fulan".
Jadilah saat menikah nanti disebutkan "Sdri Fulanah Binti Fulan".
Kadang kesal juga kalau dosen dadakan nggak datang
Tapi kadang senang, karena bisa main di kampus
Haha
Atau komting angkatan yang cari tahu
Biasanya kalau mahasiswa ada aturan terlambat, begitupun dengan dosen. Jadi suka heran sih kalo mendadak misalkan beliau datang di sisa waktu 1 jam terakhirnya, misalnya...
Kudu fair kalau mengenai aturan kehadiran ini.
Dan kita biasanya juga suka digantiin waktunya, gak ilang gitu aja..
Beruntung sekali orangnya enakan. Malah berterima kasih ke semau mahasiswa yang mau mandiri, saling diskusi.
Kalau pengalaman tidak tahu wajah tidak tahu nama terjadi sama Guru peserta PLPG. Sore itu saya memang memasuki ruang dosen untuk bertemu dosen sekaligus mengumpulkan presensi.
Tidak terlalu lama, saya kemudian keluar dari ruangan. Buru-buri dua guru peserta PLPG mendekati saya.
"Permisi, Pak. Selamat sore," sapanya ramah.
Saya melihat ke belakang tidak ada oranh lain. "Ibu menyapa saya?" Saya mencoba memastikan.
"Iya, Pak. Maaf mengganggu waktunya. Mau tanya, apakah ibu Fulanah ada di tempat?" tanyanya dengan hati-hati.
Karena saya melihat beliau ada di dlaam dna juga saya baru saja bertemu beliau, saya sampaikan kalu beliau ada di dalam.
Sebelum saya pergi, mereka masih mengajukan pertanyaan, "Maaf, Pak. Kalau boleh tahu kami berbicara dengan Bapak siapa,gih?" tanya mereka sopan.
"Nama saya Sugianto, Ibu,"ucap saya sembari melangkahkan kaki menjauhi mereka.
Sampai di kelas teman-teman yang melihat saya langsung bersuara, "Pak Dosen euy..."
Oh iya, sering kali saya mengalami kejadian seperti ini. Karena ruang kuliah saya dekat dengan ruang dosen. Bersebelahan. Mungkin akrena penampilan saya yang tidak seperti mahasiswa pada umumnya di zaman itu. Saya saat kuliah mengenakan celana kain, kemeja, dan sepatu fantofel. Maklum kuliah sambil kerja waktu itu
Btw ini kisah nyata ya? Aku kalau baca nama Bungsu, langsung mikir itu Fenni, sesuai nama yang dipakai :D