Review Buku Basa Basi yang Tak Basi, hadir di blog fennibungsu.com nih gaess. Soalnya saat saya melihat judul buku Basa Basi yang Tak Basi ini di toko buku online, jadilah ingin langsung memboyongnya, karena terpikirkan ini bakal ada sesuatu yang klise nih dibahas. Namun penasaran bakal seperti apa isi bukunya.
Pas
baca bagian blurb bukunya, memang mengena nih. Bisa dikatakan memang dihadapi
oleh banyak orang deh pertanyaannya, yang mungkin juga pernah menimpa saya,
kamu, mereka, dan kalian juga. Hayuuk dah dari pada kelamaan basa-basinya, kita
kupas aja terkait bukunya, hehe.
“Karena, basa-basi tidak harus basi, kan?”
(Blurb buku Basa-basi yang Tak Basi).
Sekilas tentang Buku Terbitan C-Klik Media
Basa Basi yang Tak Basi menceritakan tentang pertanyaan yang terlalu umum, alias memang sangat basi pastinya kita dengar seperti:
- kapan lulus,
- kapan kuliah,
- kapan wisuda,
- kapan kerja,
- kapan nikah,
- kapan punya momongan,
- kapan tambah anak,
- kapan punya rumah sendiri,
- kapan pindah alam🙃 (berani tanya ini?? 😆).
Pertanyaan yang dianggap lumrah di atas, ternyata dapat dikatakan mendarah daging, karena bisa saja diantara
kita ada yang pernah mendapatkan pertanyaan menghujam tersebut.
Buku
dengan tebal 156 halaman ini terdiri dari 12 bab utama dengan dilengkapi
beberapa sub bab. Pada tiap babnya terdapat bahasan, trik bagaimana menjawab
pertanyaan basa-basi, serta ada bagian halaman yang dikhususkan untuk kita dalam
menarik kesimpulan.
Identitas Buku Karya Nopitasari
Judul
Buku: Basa Basi yang Tak Basi – Seni Basa-basi yang Nggak Bikin Sakit Hati
Penulis:
Nopitasari
Penerbit:
C-Klik Media
Terbit:
Cetakan Pertama, 2021
Tebal
buku: 156 halaman
Bahasa:
Indonesia
Kategori:
Non Fiksi – Self Improvement
ISBN:
978-623-357-002-2
Harga: Rp 42.400 (Gramedia.com)
Rating:
4,5/5
[Baca Juga: Review Buku Be Strong and Never Weaken Yourself]
Ulasan Buku Basa Basi yang Tak Basi
Saat
saya membaca buku karya Nopitasari ini, memang bikin terenyuh, karena urusan
basa-basi tapi kalau tidak bermakna ya memang hanya kosong jadinya. Pasalnya
muncul pertanyaan dengan kata "kapan" alias basa-basi tersebut memang seringkali karena habisnya bahan pembicaraan,
sehingga muncullah pertanyaan itu.
Baca Juga: Buku Motivasi atau Buku Biografi ya?
Nah
yang paling mengenaskan memang kenapa pas acara kumpul keluarga secara tatap
muka ya pertanyaan tersebut harus muncul. Padahal ketika ngobrol melalui
telepon, boro-boro inget pertanyaan itu, yang ada inget: “Eh pulsa bentar lagi
habis nih… eh kuota nelpon di WA masih cukup gak ye… hmm sepertinya batre
ponsel mau habis dah…etece.”
Contohnya
pernah saya alami, ketika lebaran tahun lalu, saat kerabat datang ke rumah. Sebut
saja namanya Kakak D. Kakak D datang bersama suami dan anaknya yang usianya
tidak jauh dari saya (sebut saja R). Sebenarnya dia mau bertemu ayah saya,
tetapi yang ada di rumah saat itu kebetulan hanya saya dan kakak kandung saya
(sebut saja Kak Em).
[Baca Juga: Resensi Buku Aplikasi Pencari Rezeki]
Kakak
D dan Kak Em sibuk ngalor ngidul obrolannya sambil tertawa, tetapi masih
nyambung saya sih dengar, hehe. Hingga tiba-tiba suasana pun hening. Cuaca yang
terang karena di siang hari bolong, tiba-tiba ada kilat yang menyambar dengan
munculnya pertanyaan basa-basi yang dilontarkan untuk saya:
“Fenni kapan nih nikahnya?” tanya Kakak D.
“In-syaAllah besok nikah,” jawab saya sambil senyum.☺️
Kakak D langsung cepat menanggapi, “Ya begini dong…(bla..bla…nggak jelas, hingga Kak Em pun bersuara).”
“Besok juga nikah dia. Kalau si R gimana nih, kapan nikahnya?” ujar Kak Em.
Kakak D bingung menanggapi, malah kikuk untuk menjawabnya. Sedangkan R hanya cengengesan nggak jelas 😁
Dari
kejadian di atas, memang pertanyaan basa-basi itu bikin basi, tetapi ketika
dikembalikan pertanyaan tersebut kepada si penanya, malah tidak bisa menjawab. Oleh
karenanya apa yang disampaikan oleh Nopitasari melalui Buku Basa-basi yang Tak
Basi memang benar adanya,
“Bisa
jadi, banyak orang yang senang menanyakan sesuatu kepada orang lain bukan
karena ingin mengetahui keadaan sebenarnya…” (halaman 1).
Bila
ingin juga menanyakan dengan pertanyaan kapan, memang sebaiknya secara pribadi atau
bisa menggunakan bahasa yang berbeda, misalnya,
“Sebenernya kamu pengen nikah pas usia berapa?” Pertanyaan ini akan jauh lebih nyaman didengar. Selain itu, pertanyaan ini juga lebih komunikatif, bisa membuat mereka bercerita. (halaman 108).
[Baca Juga: Review Buku Mencari Thinker Bell]
Dari buku Basa-basi yang Tak Basi ini dapat memberikan wawasan kepada kita bagaimana dalam menyampaikan pertanyaan bila memang “kepo” terhadap lawan bicara. Sebisa mungkin untuk pandai mengolah kata, agar lawan bicara kita tidak kapok mendengar pertanyaan basa-basi. Sebab kita tidak pernah bagaimana kondisi lawan bicara, apakah saat itu hatinya sedang dalam keadaan baik atau justru sebaliknya.
“Setidaknya
selama kita dalam lingkaran koneksi yang sama, sebisa mungkin melengkapi satu
dengan yang lainnya, menguatkan antara yang satu dengan lainnya. Dalam hal ini,
termasuk menguatkan dengan tindakan juga kata-kata. Bertanya boleh, jahat
jangan. Intinya sih, begitu.” (Halaman 135).
44 komentar
Mungkin harus pada baca buku ini biar orang2 yg kepo ya menyinggung perasaan yg ditanya
Salam:Dennise Sihombing
Wah lumayan juga buku Basa Basi tapi berhasil menyusun tulisan sedemikian banyak
mungkin karena saya gak suka basa basi ya? sehingga ngerasa aneh kok basa basi bisa segitu banyaknya
Kebetulan dulu pun aku sering menerima pertanyaan gitu. "Kok cerai, sih? Memangnya ada masalah apa? Jangan-jangan kamu nih yang bermasalah." Dan bener, mereka bertanya bukan karena peduli.
Bagus nih bahasan bukunya.
Kalau soal basa-basi di kehidupan nyata sih, ah sudahlah, aku sudah khatam hihi. Apalagi pertanyaan soal nikah 😁
Saya kalau dapat pertanyaan basa basi gini, saya senyumi aja. Kalau dia masih ngejar juga baru deh ngeles kasih jawaban. Kalau dia nggak ngejar, artinya emang pertanyaan cuma buat ngisi suasana aja.
Eh tapi ada lho, temenku kalau diberi pertanyaan basa basi gini lalu dijawab panjang lebar menceritakan kondisi dirinya. Yang nanya juga akhirnya malah jadi keki hehehe
contohnya, sudah nikah, terus 2 tahun belum punya anak, eh ada tetangga yang bilang "kapan punya momongan?" hehe, ya namanya juga manusia gak akan pernah puas dengan apa yang sudah ditakdirkan...
OK juga nih bukunya, bisa menambah insight kita agar tak mudah melontarkan basa basi yang tak diperlukan, bisa mengolah kata dengan lebih baik ketika menanyakan hal sensitif kepada orang lain.
Karena dia memang pengen cepet nikah. Alhamdulillah beneran terkabul keingunannya :D
Tapi, penerimaan orang memang bisa beda-beda ya. Buku ini juga menarik. Kayaknya bisa jadi semacam panduan :D
Buku yang menarik. Harusnya lebihbanyak orang yang membaca buku ini
Mending kalimat tas tes, sat set saja dah