"Buku
catatan, pulpen, dan hmm pastinya jaket almamater siap di dalam tas." Gumam Markes sambil menarik seleting tas ranselnya yang berwarna hitam. Ia pasang tas
tersebut di bahunya, kemudian sejenak melihat diri di cermin.
"Keren."
Lepas itu, Markes keluar dari kamarnya. Ia lewati meja
makan dimana Bapak dan Mamanya sedang sarapan. "Aku berangkat kuliah. Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam." Jawab Mamanya.
"Hati-hati di jalan, Nak." Bapaknya menimpali.
[Baca Juga: Menasihati Seorang Pemuda]
Markes mengangguk mantap. Ia teruskan langkahnya menuju
teras. Sepatu kets berwarna biru diraihnya. Seraya memakai sepatu, sesuatu
datang di hadapannya.
"Mau berangkat kuliah, Markes?" tanya Setan.
"Pastinya."
"Lalu dengan apa kamu ke kampus?"
"Angkutan umum. Kenapa, kau mau ajak saya
terbang?" cibir Markes.
Setan menggelengkan kepalanya. "Untuk apa sih
kamu naik angkutan umum?"
"Irit ongkos."
"Kenapa juga harus ngirit ongkos?"
"Kalau
aku pakai kendaraan pribadi, yang ada jalanan tambah macet."
"Ah, manusia lain tidak ada yang berpikir
seperti itu. Dengan mengenakan motor, status sosialmu akan semakin menanjak,
juga terlihat keren."
"Status
sosial, aku sudah punya. Masalah keren, aku sudah keren sejak dalam kandungan
Mama."
Setan
menggeleng tak karuan. "Kamu kan anak orang kaya, tinggal minta uang ke
orangtua buat dibelikan motor pasti dikabulkan."
"Itu hal yang mudah, aku tinggal berdoa dibelikan motor, tapi tetap dengan usaha." gumam Markes yang terus melangkahkan
kakinya menuju pintu pagar. Lalu keluar dengan melafazkan, Bismillahi
tawakkaltu ‘alallah laa hawla wa laa quwwata illa billah (Dengan
nama Allah, aku bertawakkal kepada Allah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali
dengan-Nya).
Jarak dari rumahnya ke jalan raya, sekitar 500 meter.
Markes menikmati perjalanan itu seraya menghirup udara segar di sekitar
perumahan itu. Pohon-pohon hijau yang sedang bersemi indah. Taman bunga yang
berada di sekeliling jalan, menambah semangat hari ini untuk pemuda itu.
[Baca Juga: Fiksi Singkat tentang Otomotif]
Sesampainya di depan jalan raya, pemuda itu menunggu di
halte. Beberapa orang juga sedang menunggu. Ada yang seusia dengan bapaknya
Markes. Ada juga yang usianya beberapa tahun di atas Markes. Di antara mereka
ada yang tampak tidak sabar.
"Hampir setengah jam menunggu di halte, belum ada
juga angkot yang datang." Ujar wanita muda yang memakai blazer ungu.
"Yang benar, Mba?" tanya pria paruh baya yang
berada di samping kanan wanita itu.
"Kemarin sih dengarnya, para supir angkot mau ada
unjuk rasa hari ini. Minta ganti bos yang menangani angkutan publik."
Jawab wanita paruh baya berselendang hijau.
"Ya ampun, kenapa harus demo sih." Kata wanita
muda itu.
Seorang pria yang usianya tak jauh dari Markes, ikut
angkat bicara. "Namanya juga urusan ssetoran, Mba. Kalau maunya setoran
dinaikkan tapi biaya hidup makin naik, yah pasti dilawan."
Pikiran Markes menerawang karena hendak naik angkutan
yang mana. Berkali-kali ia melirik ke arloji bermerek di tangan kirinya. Tak
dinyana, sesuatu yang gaib itu datang kembali mendekatinya dan berada di
samping kiri pemuda itu.
"Tuh kan, kamu bingung mau naik apa. Angkotnya
nggak datang. Coba punya kendaraan sendiri, pasti tidak akan bimbang."
Bisik Setan.
"Mungkin
benar juga."
[Baca Juga: Senin di Bulan Agustus]
"Ini
bukan soal kemungkinan, Markes. Tapi kenyataan yang terjadi."
"Segala sesuatu pasti memang ada ujiannya. Ya,
tinggal dihadapi saja dengan sabar."
"Kalau sudah seperti ini, mau sabar macam apa, Markes?
Kamu mau terlambat datang ke kampus hanya dengan alasan nggak ada angkot?"
"Kalimat tersebut ada benarnya juga,"
[Baca Juga: Terima kasih Kamu telah Sabar Menunggu]
"Benar kan? Makanya kamu harus cepat bilang ke
orangtuamu, belikan motor 4 tak yang bisa sekalian balapan, kebut-kebutan di
gang. Itu kan hal yang mudah bagi mereka."
Markes menjawab dengan tersenyum. "Tak semestinya
selalu merepotkan orangtua. Aku sudah besar, sudah sepantasnya membantu dan
berbakti kepada mereka bukan menambah beban dengan minta ini-itu." Ia pun
bangkit dari duduknya. "Tuh lihat, mobil saya sudah datang. Bye-bye!"
Setan dibiarkan sendiri di halte melihat orang-orang naik ke dalam angkot. "Kenapa sih gagal lagi godain manusia?"
32 komentar
mbaa coba kirim cerpennya ke media cetak, bagus lhoo. cobacoba siapa tahu nyantol hihi
Atau bisa jadi aktor utamanya emg punya iman kuat sih. Terbukti, setan ampe sendokiran ditinggal di halte. Haha..kasihan deh lu setan. Wkwkwk.
Lain waktu lebih cerdas lagi ya tan setan
Bagus sekali kisah yang senantiasa mengingatkan kita untuk terus waspada.
Cari teman, sahabat, atau bahkan calon suami yang seperti Markes, ya Fen :))
Kalo di kampungku wajib banget punya kendaraan pribadi, soalnya gak ada angkot. Ada juga cuma hari tertentu aja.
Setannya gagal godain manusia, hahaha karena si Markes imamnya tebel banget.
Ayo mba, ada lanjutannya gak?