Sampai kapan keadaan hutan menjadi tidak ramah? Mungkinkah bumi lestari hanya menjadi impian yang tak mungkin terwujud? Apa lagi yang harus diperbuat, agar kesadaran menjaga lingkungan bisa dilakukan bersama?
Mungkin banyak pertanyaan lainnya yang menari-nari di pikiran, terutama kala melihat, mendengar, maupun membaca sumber pangan kita, yaitu hutan dan lahan yang tergerus satu per satu.
Perubahan luas deforestasi di Indonesia naik turun dari tahun ke tahun. Hawa panas atau pemanasan global yang dirasakan, karena penopang hijaunya bumi yang makin berkurang.
Walau Jauh, tetapi Hati Berlabuh
Geregetan? Tentu saja. Meski hutan jaraknya jauh dari kita, bukan berarti akan lepas tangan tanpa memberikan arti, atau jejak dalam menjaga kelestariannya. Minimal menggunakan media digital masa kini, menjadi lahan untuk mensosialisasikan kepada publik agar selalu mengingat hutan dengan pengelolaan yang tepat.
Meski itu hanya merupakan langkah kecil yang dapat kita optimalkan. Pasalnya upaya besar untuk mencegah agar bebas deforestasi hutan tidak bisa dilakukan secara individu. Dukungan banyak pihak dengan bekerja sama dapat membantu terciptanya harapan yang baik untuk masa depan hutan kita.
Lebih Dekat Bermasyarakat
Selain mengenai hutan, membahas tentang lingkungan memang luas, karena kaitannya memberikan dampak pada diri, keluarga, dan sekitar tempat kita tinggal. Contohnya di masa pandemi ini, pernah ada salah seorang warga di sekitar komplek rumah saya yang terkena penyakit covid-19. Upaya pun kami lakukan segera, seperti:
- Membantu menyiapkan bahan makanan dan obat-obatan untuk mereka yang sedang isolasi mandiri (isoman). Caranya dengan menyangkutkan atau meletakkan bahan-bahan tersebut di depan pintu pagar rumahnya, untuk meminimalisir kontak langsung.
- Melakukan pencegahan agar tidak semakin meluas dengan protokol kesehatan ketat dan penyemprotan disinfektan, baik di sekitar rumah warga yang isoman tersebut maupun sekeliling komplek rumah.
- Mengingatkan dan mendukung agar si penderita mengonsumsi makanan bergizi (sesuai isi piringku), ditambah pula dengan multivitamin dan berjemur untuk menjaga daya tahan tubuhnya.
Alhamdulillah kerjasama berbagai pihak, tetangga saya tersebut tidak lama berjuang dengan virus covid-19. Ia pun berangsur-angsur pulih, hingga kemudian dapat kembali beraktivitas seperti sediakala setelah dinyatakan benar-benar sehat.
Di situlah selain menjaga diri di masa pandemi ini dengan protokol kesehatan 6M, dan ikut program vaksin Covid-19, peran penting asupan bernutrisi sebagai modal dasar menjaga tubuh tetap sehat, serta dukungan masyarakat sekitar dapat membantu terciptanya lingkungan yang kondusif.
Permasalahan Klasik yang Tak Boleh Disepelekan
Makin mengerucut lagi kaitan lingkungan dengan kita, maka ada hal terdekat yang bisa dikatakan sebagai permasalahan klasik di sekitar, yaitu bagaimana untuk kompak mengelola sampah.
Pasti sering oleh kita melihat tempat/bak sampah yang berwarna hijau, kuning, merah. Bahkan ada yang menambah dua warna lagi yaitu abu-abu dan biru, dengan diberikan label sesuai jenis sampahnya masing-masing. Model pemilahan sampah tersebut dapat memudahkan dalam pengelolaannya apakah untuk dijadikan pupuk kompos, dijual kembali, atau dibawa ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
Data yang saya kutip dari SIPSN (Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional), capaian tahun 2020 dari 275 Kabupaten/Kota se-Indonesia bahwa penanganan sampah yaitu 45.81%, dan sampah yang tidak terkelola masih ada 40.71%. Ini artinya meski masih ada pekerjaan rumah yang cukup besar untuk kita dapat mengelola sampah dengan tepat, upaya yang telah dilakukan harus terus digalakkan.
Saya mengakui, bukan hal yang mudah untuk bisa pisah sampah dan zero-kan sampah mulai dari kawasan. Ada saja kendala yang terjadi, misal kitanya telah mengelompokkan sampah, tapi ketika akan dibawa oleh petugas kebersihan, sampah tersebut malah jadi tercampur. Dijadikan satu begitu saja, tanpa adanya pengelompokkan.
Perlunya langkah jitu yang bisa dilakukan warga, petugas kebersihan, dan aparat setempat (Lurah/RW/RT) untuk kompak pisah sampah, sehingga sampah yang nantinya berujung dibawa ke TPA adalah sampah residu yang tidak bisa lagi diolah. Dengan begitu, dapat mengurangi penumpukan sampah.
Arti Penting Lingkungan untuk Kelangsungan Hidup
SDG’s (Sustainable Development Goals) merupakan perencanaan aksi global yang berisi 17 tujuan dan 169 target, dimana para pemimpin dunia (termasuk juga Indonesia) menyepakati dalam hal mengentaskan kemiskinan, dan mengurangi kesenjangan, serta melindungi lingkungan. Harapannya dapat tercapai pada tahun 2030 mendatang.
Maka dengan penuh semangat, SDG’s dapat menjadi pelopor agar kita mampu melindungi lingkungan ini. Bila dirinci pada bahasan di artikel ini yang terkait SDG’s yaitu:
- SDG’s tujuan 3: Kesehatan yang baik dan kesejahteraan, seperti dalam hal nutrisi dan menjaga diri dari virus covid-19.
- SDG’s tujuan 15: menjaga ekosistem darat seperti melindungi dan mengelola hutan, serta dalam hal pemilahan sampah.
Kita senantiasa menjaga kesehatan diri dan hidup bersosialisasi, tentunya tidak bisa tanpa sumber pangan yaitu hutan. Oleh karenanya bekerjasama dapat memudahkan langkah mengelola sekitar. Ya, sebab kita terkait dengan ekosistem lingkungan yang saling terhubung satu sama lain.
10 komentar