Train To Busan (2016) atau Busanhaeng, bukan sekadar film zombie mainstream memang tepat hal itu disematkan. Sebab film asal Negeri Ginseng ini tak hanya menawarkan ketakutan akan sosok zombie yang identik dengan mata putih, tubuh yang bergerak kaku, pakaian dan rambut tak beraturan, ada darah pada bagian tubuh, dan ujaran: “khhkhkh...” sambil hendak mencengkram. Ada juga sisi lainnya yang unik dari film ini.
Saya tahu pertama kali tentang film Train to Busan dari berseliwerannya penceritaan ala teman-teman saya di timeline media sosial. Akan tetapi pada saat itu, saya belum tertarik untuk menontonnya, terlebih karena melihat cover film-nya. Jadi belum paham film ini mengenai apa. Hmm kenapa begitu sih? Baca terus ya.
Sinopsis Film Train To Busan (2016)
Sehari sebelum perayaan ulang tahunnya, Soo-An merasa galau. Apalagi saat mendapatkan kado dari ayahnya, Seok-Woo, yang sama seperti saat ulang tahunnya yang lalu. Dia pun meminta hadiah istimewa dari ayahnya untuk menemaninya bertandang ke Busan, tempat ibundanya berada. Seok-Woo yang berpisah dengan istrinya itu, mengabulkan permintaan Soo-An. Mereka berangkat malam itu juga menggunakan kereta api cepat KTX (Korea Train Express) 101.
Saat KTX 101 akan berangkat menuju Busan, seorang penumpang gelap yang telah terinfeksi zombie masuk dengan cepat ke dalam kereta. Di perjalanan, ia pun menginfeksi mulai dari petugas kereta dan berlanjut menularkan ke hampir seluruh penumpang.
Seok-Woo berusaha untuk melindungi Soo-An. Begitupula masing-masing penumpang lain berupaya menyelamatkan diri dan bertahan hidup agar tidak terinfeksi menjadi zombie. Tragisnya, ketika berpindah kereta, Seok-Woo ikut terinfeksi sehingga meninggalkan Soo-An bersama Sung Kyung, dan melompat dari kereta yang sedang berjalan.
Mengupas Beberapa Tokoh dalam Train to Busan (2016)
Akting para cast Train to Busan menarik perhatian saya. Mereka cukup apik memerankan karakter masing-masing sehingga terasa feel yang mendalam. Ada yang familiar, tetapi ada juga yang baru saya tahu. Nah ini beberapa pemeran Train to Busan yang menggelitik saya untuk menguliknya.
1. Gong Yoo sebagai Seok-Woo
Gong Yoo, pria yang memang lahir di Busan ini menjiwai perannya sebagai Seok-Woo, seorang ayah yang terlalu memikirkan dirinya sendiri, sehingga menyebabkan sang istri lebih memilih untuk meninggalkannya. Bahkan ia sampai tidak begitu dekat dengan Soo-An, putrinya sendiri, karena sibuk dengan pekerjaan. Namun pengorbanannya sebagai ayah patut diacungi jempol demi keselamatan Soo-An.
Pendapat saya akan karakter Seok-Woo sejalan dengan bacaterus.com yang merupakan website khusus membahas film baik mancanegara maupun dalam negeri. Platform buatan asli anak negeri ini menyampaikan bahwa, sosok Seok-Woo merupakan ayah yang dapat diandalkan dan rela berkorban mati-matian demi melindungi putrinya dari serangan para zombie.
Nah, kalau kamu ketinggalan berita terkait sinema atau mencari update berita mengenai film maupun aktor/aktris, bagus untuk menyimak Bacaterus.com. Bahkan ada tentang anime juga yang dikupas di media daring besutan Bacaterus Digital Media ini.
Aktor kelahiran tahun 1979 ini, tampak natural dalam memerankan tiap karakternya, contohnya saat Gong Yoo di drakor Silent Sea berperan sebagai Han Yoon-Jae, maupun dalam drakor yang mengantarkannya meraih BaekSang Arts Awards kategori Best Actor atas perannya sebagai Kim Shin di Guardian: The Lonely and Great God. Maka bisa dikatakan aktingnya sebagai orangtua workaholic di Train to Busan amat memikat, karena adakalanya kesibukan seorang ayah dengan pekerjaannya membuat renggang hubungan dan bahkan kurang memahami anaknya.
2. Kim Soo-Ahn sebagai Soo-An (anak Seok-Woo)
Lanjut ke karakter selanjutnya di Train to Busan yaitu Soo-An. Diperankan oleh Kim Soo-Ahn, tokoh Soo-An sebagai anak dari ayah yang super sibuk. Ia kesal karena ayahnya tidak menepati janji untuk mengantarnya ke tempat ibunya.
Sayangnya Kim Soo-Ahn kurang konsisten memperlihatkan rasa cemasnya memerankan Soo-An, terutama ketika kepanikan mulai terjadi di dalam kereta. Ia sering tertunduk, dan menatap ponsel guna menghubungi ibunya. Walau ketika klimaks cerita hingga anti klimaks baru tampak greget ekspresinya.
3. Jung Yu-Mi sebagai Sung-Gyeong
Jung Yu-Mi yang memerankan Sung-Gyeong tengah hamil besar. Ia harus lari-lari dan merayap, benar-benar perjuangan seorang ibu hamil yang luar biasa demi selamat dari kejaran zombie. Karakter Jung Yu-Mi makin membuat terenyuh, ketika dia harus merelakan suaminya dimangsa oleh para zombie. Lulusan dari Seoul Institute of The Arts ini memang produktif di kancah layar lebar maupundrama, dan natural mendalami tiap karakter yang diperankan.
4. Ma Dong-Seok sebagai Sang-Hwa (suami dari Sung-Gyeong)
Ma Dong-Seok atau Don Lee (nama dalam Bahasa Inggris), dalam seni peran sepertinya dia lebih produktif untuk film ketimbang drama. Baru-baru ini saja sudah ada 2 film yang rilis tahun 2021 ini seperti Holy Night: Demon Hunters (sebagai Bau), dan Apgujeong Report (sebagai Dae-Kook).
Di Train to Busan, celoteh Sang-Hwa banyak sindiran kepada Seok-Woo. Mirip layaknya di dunia nyata, ketika melihat seorang yang ayah berpenampilan necis kurang karib menggandeng tangan anaknya sendiri. Meski begitu Sang-Hwa pria gentle loh, dan mampu memimpin pertarungan dengan para zombie, bahkan bekerjasama dengan Seok-Woo dan Min Yong Guk.
5. Choi Woo Shik sebagai Min Yong Guk
Pemuda tampan yang kalem dan pendiam, benar-benar handsome seorang Choi Woo Shik, memerankan tokoh Min Yong Guk. Berperan sebagai siswa sekolah menengah yang bersama teman-teman sekolahnya pergi ke Busan mengenakan seragam baseball.
Dia termasuk tipe teman yang setia kawan nih. Walau sempat terhenyak melihat teman-teman sekolahnya sudah terinfeksi, keberanian kuat dipupuknya untuk memberantas para zombie, agar tidak ada lagi banyak korban.
6. Kim Eui-Sung sebagai Yong-Suk
Penghargaan Film Buil tahun 2016 dan BaekSang Arts Awards pada tahun 2017 untuk kategori Best Supporting Actor kepada Kim Eui-Sung, memang layak didapatkannya. Sebab akting beliau sebagai Yong-Suk, sukses membuat saya kesal dengan karakternya yang egois, dan malah mengorbankan orang lain untuk diserang zombie. Sangat berbeda ketika dia menjadi Jang Sung-Chul di drakor Taxi Driver yang ngemong dan santun. Asli nyebelin perannya sebagai Yong-Suk hehe.
Enam Hal dari Film Train To Busan (2016), Related-kah dengan Kehidupan Nyata?
Kehidupan nyata yang kita alami sebagai makhluk sosial, bisa menjadi inspirasi untuk diangkat menjadi sebuah tayangan. Begitupula melalui film Train to Busan yang rilis pada tahun 2016, ternyata masih related dalam keadaan masa kini, seperti:
- Komunikasi dalam keluarga diperlukan, agar hubungan tetap harmonis dan saling mengerti. Sibuk bekerja sih boleh, tetapi ya jangan sampai samaan juga dong kasih kado tahun lalu dengan sekarang untuk diberikan kepada yang tersayang. Nggak kreatif deh, hehe.
- Setiap pekerjaan pasti ada risikonya. Untuk meminimalisir risiko perlu pertimbangan matang dalam mengambil setiap keputusan. Pikirkan tidak hanya untuk keuntungan satu sisi saja, tetapi juga untuk sisi lainnya atas dampak yang mungkin ditimbulkan.
- Kepedulian sosial dengan tidak mementingkan diri sendiri akan selalu berkesinambungan dalam kehidupan, karena tidak akan tergerus jaman. Di dalam film Train to Busan, saat suasana mencekam dengan zombie yang datang menyerang, antara kepedulian sosial dan sifat egois muncul bersamaan. Kalau dalam kehidupan nyata bakal memungkinkan ada seperti itu juga sih, hehe. Nah tinggal bagaimana diri kitanya untuk menekan rasa ego itu tersebut dengan membantu satu sama lain.
- Rela berkorban, tidak hanya antara seorang ayah kepada anaknya saja, melainkan juga ada antara suami kepada istrinya yang tengah hamil besar, serta kepada sesama yang membutuhkan.
- Tanggung jawab akan pekerjaan, terlebih lagi terkait keselamatan jiwa, diperlihatkan oleh petugas kereta yang memastikan para penumpang yang dibawanya tetap selamat. Dia juga tidak kabur menyelamatkan diri sendiri, padahal kendali kemudi kereta berada di tangannya.
- Kejujuran menjadi poin krusial dalam kondisi apapun. Integritas dipertaruhkan apakah memang diri berani untuk jujur. Ya memang demi diri dan orang terkasih, tetapi bila bisa menyelamatkan banyak nyawa, tentunya lebih baik.
Hemm.. Film Train To Busan (2016) yang ternyata..
Awal saya nonton film Train to Busan yaitu saat tayang di televisi swasta. Untungnya ketika itu tayang sekitar bakda Maghrib, jadi kan nggak terlalu malam. Di pikiran saya film berdurasi nyaris 2 jam ini, akan seperti film horor lainnya atau khas zombie yang mengerikan dan bikin takut untuk ke kamar mandi. Alhamdulillah-nya nggak sampai seperti itu, hehe.
1. Covernya Film Zombie, Kok Gini Ya?
Kalau dibilang telat mungkin juga, karena saya nonton Train to Busan bukan di bioskop saat rilis perdananya. Bahkan sudah ada teman-teman saya yang sibuk membuat ulasannya, saya tetap belum menonton, haha.
Nah, alasan saya telat nontonnya itu adalah dari segi covernya. Saya berpikir ini adalah film tentang perjalanan menuju Busan dengan kereta yang di tengah perjalanan terjadi penyanderaan, disertai adegan penembakan karena melihat ada kepulan asap, dan pakaian para tokoh berdarah-darah dengan ekspresi wajah cemas.
Namun saat melihat bagian sisi lain covernya, yang saya tangkap juga adalah memungkinkan ini film hantu yang bergentayangan. Akan ada adegan pembunuhan dengan senjata tajam. Bukan zombie. Tidak ada bayangan dan cerminan bahwa ini adalah film zombie kebanyakan yang sudah pernah tayang, baik di Korea Selatan sendiri maupun film zombie khas Amerika Serikat.
Mungkin karena film tentang zombie di Korea Selatan sempat gagal alias tidak laku, sehingga para kru film Train to Busan menyembunyikannya. Sebagaimana yang saya kutip dari laman Bacaterus.com pada artikel: “10 Fakta Film Train To Busan, Titik Balik Film Zombie di Korea”, bahwa ‘Industri film Korea Selatan, kata “zombie” semacam kutukan. Ia adalah kata terlarang yang jika diucapkan bisa membuat film sepi penonton’.
Dari sini bisa dikatakan, para tim film Train to Busan sukses menutupi identitas ceritanya dan diterima oleh pasar. Sehingga saya baru benar-benar paham kisah film ini setelah menonton. Makanya pepatah, “Don’t judge book by its cover”, its very right, kan? Hehe.
2. Para Sineas Train To Busan yang Apik Memancing Emosi
Mungkin terdengar klise ya, dari sebuah film akan memberikan hikmah bagi penontonnya. Namun memang begitu asiknya sebuah tayangan. Jangan hanya sekadar menghibur, tanpa meninggalkan efek positif.
Oleh karena itu, tidak hanya dari kerjasama para cast dan tim pendukung film saja yang berusaha menyajikan tayangan terbaik, tetapi juga tangan dingin yang dilakukan oleh sutradara sekaligus penulisnya yang ciamik dalam mengoyak-ngoyak perasaan saya sebagai penonton.
Maka pantas bila film yang ditulis oleh Park Joo-Suk dan Yeon Sang-Ho (sekaligus juga sutradara) ini mendapatkan penghargaan BaekSang Arts Awards pada tahun 2017 untuk kategori Best New Director kepada Yeon Sang-Ho.
Pada sisi teknikalnya keren bisa se-demikian kreatif, apalagi tata riasnya bisa begitu membuat seram melihatnya, sehingga penghargaan lagi-lagi diterima untuk kategori teknikal ini dari Penghargaan Film Blue Dragon tahun 2016, Penghargaan Asosiasi Kritikus Film Korea tahun 2016, dan Penghargaan Film Chunsa tahun 2017.
Selain menonton di televisi swasta, saya tonton ulang juga melalui layanan streaming, sehingga dari sisi sinematografi yang dihadirkan dari kreativitas Lee Hyung-Duk menurut saya oke. Termasuk juga dengan sound-nya bisa menggiring keadaan mencekam. Apalagi kalau nontonnya pakai headset, berasa fokusnya dengar suara... brrr..., awas tengok kanan-kirimu, hahah.
3. Tak Ada Gading yang Tak Retak dalam Train to Busan..
Tidak ada yang sempurna dalam kehidupan, begitu pula pada sebuah karya. Hal tersebut berlaku pula di film Train to Busan. Ada hal janggal terlihat, dan itu cukup detail, beberapa diantaranya adalah:
- Rombongan Yong-Suk berusaha untuk menutup pintu gerbong kereta, tidak ingin rombongan Seok-Woo datang berpindah ke gerbong mereka, karena indikasi rombongan Seok-Woo sudah terinfeksi zombie. Nah pada adegan menutup pintu ini, saat kamera di posisi rombongan Seok-Woo ada celah yang cukup besar. Namun saat kamera di posisi Rombongan Yong-Suk celahnya malah kecil seukuran tangan Min Yong Guk.
- Lain lagi pada scene Seok-Woo yang terjebak di dalam gerbong bersama pria gelandangan. Saat bersembunyi di belakang kursi, tampak posisi kertas/tisu pada belakang kursi lainnya sedikit rapi. Kemudian saat kamera maju, posisi kertas/tisu mulai miring. Eh tapi, saat scene pria gelandangan tersebut hendak berdiri posisi kertas/tisu jadi hilang.
Untungnya beberapa contoh kejanggalan di atas, dapat tertutup apik dengan jalan cerita yang runut. Ending cerita pun tidak terkesan menggantung, bahkan tak mudah ditebak. Maka saya berkesimpulan bahwa film Train to Busan memang asik untuk ditonton kapan saja, karena memberikan efek kengerian dramatis, hiburan berkelas, related dengan kejadian masyarakat, dan banyak pesan moral tersirat untuk kehidupan.
Judul Film: Train to Busan
Genre: Thriller/Zombie/Horror
Rilis tanggal: 20 Juli 2016 (Korea Selatan)
Durasi: 118 menit (1 jam 58 menit)
Sutradara: Yeon Sang-ho
Produser: Lee Dong-ha
Produksi: Next Entertainment World
Penulis Cerita: Park Joo-suk dan Yeon Sang-ho
Sinematografer: Lee Hyung-deok
Pemeran: Gong Yoo, Jung Yu-Mi, Ma Dong-Seok, Kim Soo-An, Kim Eui-Sung, Choi Woo-Sik
Bahasa: Korea Selatan
Rate: 4.5/5
***
Sumber materi: Wikipedia, Asian Wiki, dan Bacaterus.com
Dokumentasi foto: IMDb, dan olahan kreatif dari fennibungsu melalui Canva.
37 komentar
Gong Yoo keren bangettt lah peran dan aktingnya :D
Ku sukaaaa
Endingnya sedih cuy. Jadi silakan nonton drama ini yg menegangkan tapi bisa sedih juga.
memang bagus dan menarik ceritanya
ada sekuelnya juga klo g salah
tapi aq blm nonton yg sekuelnya
Wah oke2. Aku mau nonton setelahDL usai
Sepertinya seru, tapi tetep saja aku ga berani nonton, hahaha
Akhir2 ini byk bgt nongol behind the scene nya di TikTok, ternyata cuma gitu doang, berarti keren bgt editornya hahahaa
Wah kalau sampai ada yang aktingnya di film bikin penonton kesel, berarti dia sukses dong memerankan tokohnya
ehm konsepnya zombienya bisa lelarian
entah kenapa saya demen zombie
cuman kalau zombie bisa lari mending skip dah
harusnya jalan cepet aja g sampek lari
hehe
Dari Train to Busan kita bisa ambil hikmah ya kalau komunikasi itu penting dalam menjalin hubungan termasuk di dalam keluarga.
Memang film-nya over banget dengan rekayasa digital.
Tapi baca review Teh Fennisaya jadi tertarik, sepertinya perlu juga meluangkan waktu nonton film Train to Busan ini.
Paling nyebelin dengan bapak yang egois ingin maunya sendiri sampai mengorbankan penumpang lainnya. Saking deg-degannya nonton saya nggak memperhatikan kesalahan dalam film.
Ulasannya mbak Fenny bagus, jarang ada yang ngulas drama dengan menampilkan kekurangan di luar jalan cerita
Habis baca ini jadi pingin nonton film ini lagi