Makhluk Sosial dan Berdaya
Resensi Buku: Hidup yang Lebih Berarti (Buku) - Manusia adalah makhluk sosial yang tidak akan pernah lepas dari rasa saling kepada sesama. Entah itu saling tolong menolong, saling menyayangi, saling tenggang rasa dan lain-lain yang kesemuanya demi tercipta kehidupan harmonis.
Adanya rasa saling tolong menolong itulah, yang ingin dicapai oleh salah satu bank termuka, Bank Tabungan Pensiunan Nasional atau yang lebih mudah diingat BTPN, dengan salah satu programnya adalah "Dayakan Indonesia".
Program tersebut hadir sebagai pengulur tangan kepada masyarakat yang memiliki rasa yang sama. Kekuatan itu tak hanya ingin disimpan sendiri, namun ingin dibagikan kepada yang lain, sehingga menjadi penyamangat bagi yang lain pula.
Berdaya Guna untuk Indonesia
Hal itulah ditunjukkan dengan mengabadikan kisah-kisah "Berdaya Guna" dalam sebuah buku, berisi 20 kisah menginspirasi dengan menggandeng 20 blogger kompasiana sebagai penulisnya.
Berbagai cerita campur aduknya perasaan, misalnya saja: mendapat penolakan dari berbagai pihak atas ide kreatifnya, ada yang tertipu karena tidak adanya bukti tertulis, tidak diapresiasi, ada yang rela mengundurkan diri demi mengejar impiannya, dan lain-lain.
Namun, semua perjuangan itu berangsur-angsur memberikan rasa gembira, misalnya saja mendapat gelar "jagoan", mendapat berbagai penghargaan, menjadi wisudawan, mendapat pesanan dari negara di benua Eropa. Dan..semuanya akan ditemukan dalam rangkaian kisah inspiratif nan menggebrak rasa untuk berdaya guna dalam buku ini.
Beberapa Kisah Inspiratif di Buku Hidup yang Lebih Berarti
Sosok inspiratif yang diangkat oleh Afandi Sido, memberikan pelajaran bahwa dalam memberdayakan segala upaya yang ada, harus disertai keberanian dan beda dari siapapun.
Ini dibuktikannya dengan membuat penganan yang bernama Getuk Marem yang tadinya memasarkan dengan kemasan plastik, kemudian diubahnya dengan kemasan kotak kardus yang peminatnya meluas. Sebuah perubahan, memang harus dilakukan untuk kemajuan, bukan?
Meski memberdayakan diri dengan "Kursus Gratis", ternyata Bodro Irawan akan terus menjalankan programnya. Tak dinyana, proses yang dilalui olehnya harus dengan pembelajaran atas rasa saling percaya. Hmm, di sini kita bisa banyak banyak belajar dari pengalaman yang diangkat oleh Mubarok, bahwa mengikuti kata hati itu ada bagusnya.
Ya, Pak Munadji ingin para petani berjaya kembali, dengan menggerakkan para pemuda untuk turun ke sawah, ladang dan kolam. Sosok purnabakti di BTPN yang diangkat oleh Dhanang Dhave, benar-benar berupaya keras mempersiapkan sumber daya manusia yang mumpuni baik di bidang perikanan maupun pertanian. Kalau seperti ini terus, petani benar-benar akan kembali ke-era keemasannya.
"Pemuda Harapan Bangsa", slogan tersebut bisa jadi penyemangat para pemuda untuk menjadi inspirasi bagi yang lain. Inilah yang ingin digapai oleh Faizal Abdillah dengan melestarikan Iket Jawa yang hampir punah.
Ia yang berhasil menempuh pendidikannya hingga perguruan tinggi, sempat mendapat teguran dari dosen karena menggunakan iket ketika kuliah.
Meskipun begitu, teman seangkatannya tertarik menggunakan iket dalam keseharian. Intinya adalah, apapun cara melestarikan kebudayaan, kita harus tahu menempatkannya dimana.
Lain lagi dengan Pak Deni Mulyadi bahwa kreativitas berjalan beriringan dengan kemauan dan harapan. Ini dibuktikan dengan usahanya dalam sentra industri rumah yang membawa sebuah kampung kecil menjadi desa yang kreatif.
Beliau pula yang menggerakkan keaktifan dalam organisasi desa. Ya, dengan mandiri memang akan membuat manusia berdaya guna.
Kesimpulan Buku yang Diterbitkan Elex Media Komputindo
Dari cover depannya, saya suka dengan huruf timbul yang mengesankan benar-benar hidup seperti judulnya. Warnanya yang orange, terkesan hangat dan sepertinya ini merupakan salah satu warna corporate BTPN, hmm..
Di bagian cover belakang terdapat empat endorsemen dari berbagai bidang. Membaca keseluruhan isi buku, banyak nilai-nilai positif yang membangkitkan semangat diri. Kesesuaian cerita dengan judul buku, saya katakan pas sekali. Jadi, selamat membaca!
4 komentar