Tahun ini, ah.. Iya tahun 2012.
Entah saya mau bilang apakah ini tahun
kedukaan atau kegelisahan. Yang jelas, tidak akan saya lupakan begitu saja.
Semua
masih membekas sangat jelas. Ya, amat!
Ingin melupakannya tentu tidak akan
bisa. Seperti yang dikatakan oleh orang-orang bahwa tidak akan semudah
membalikkan telapak tangan. Terlebih lagi bila kedukaan itu adalah perginya
seseorang yang kita sayangi dan kasihi. Tentu tidak akan mudah bukan?
Entah mengapa pula, saya justru ingin menuliskan rasa kegalauan ini melalui
blog ini. Bukan dengan akun seperti twitter atau facebook. Mungkin kalau di
kedua sosial media (sosmed) itu, kurang bisa banyak kalimat yang akan
diketikkan. Tidak bisa banyak-banyak kata yang dapat diungkapkan. Sehingga akan
membuat cerita panjang. Padahal kan di facebook juga ada notes, tapi ternyata
dengan menulis di sini rasa itu sedikit terobati.
[Baca Juga: Senin di Bulan Agustus]
Ketika di Bulan September 2012
Bulan September 2012, akan selalu terkenang oleh saya karena kepergiannya.
Ya, almarhumah mama meninggalkan saya, kakak-kakak, dan ayah untuk
selama-lamanya. Tidak ada rasa sakit yang terlihat saat itu. Namun memori
menjelang dipanggilnya beliau ke hadirat Allah sangat membekas.
Padahal, saat sebelumnya kami masih bersama untuk jalan-jalan ke Pasar Baru, Jakarta Pusat untuk membeli kacamata, membeli kursi kayu di bilangan Pondok Bambu, Jakarta Timur, serta masih menikmati kebersamaan di Hari Raya Idul Fitri. Namun ketika akan menyambut Idul Adha, tak lagi dirasakan lagi kasih sayangnya.
Padahal, saat sebelumnya kami masih bersama untuk jalan-jalan ke Pasar Baru, Jakarta Pusat untuk membeli kacamata, membeli kursi kayu di bilangan Pondok Bambu, Jakarta Timur, serta masih menikmati kebersamaan di Hari Raya Idul Fitri. Namun ketika akan menyambut Idul Adha, tak lagi dirasakan lagi kasih sayangnya.
[Baca Juga: Seberapa Asiknya Menulis di Blog]
Senyum yang dikembangkannya untuk terakhir kalinya, sebelum kedua mata itu
tertutup. Tubuh yang tidak lagi tersimpan oksigen itu rela dengan ditutupi oleh
kain sepanjang masa berwarna putih. Hingga datanglah kereta kencana yang
membawanya untuk didoakan bersama di tempat ibadah.
Sudahkah usai? Belum.
Dengan kendaraan dibawanyalah ke tempat peristirahatan terakhir. Syahdu,
tanpa sengatan panas matahari yang mengiringi kepergiannya, tampaklah raga yang
telah terbujur kaku itu siap dikebumikan. Pun tanah merah itu menutupi seluruh
hayat yang telah membuat saya ada ke dunia ini.
[Baca Juga: Cerita Belum Kelar pada Bulan Januari]
[Baca Juga: Cerita Belum Kelar pada Bulan Januari]
Senyumnya pun Hilang
Smile, kata itu menjadi satu penyemangat dimana harus dengan tegar atas
kepergiannya. Walau tidak akan pernah sanggup sampai kapan pun, hanya dengan
kata “ikhlas” saja sebagai penguatnya. Pergi bersama lara dan tangis, pergi
dengan senyum terakhirnya. Pengalaman yang sedih, dimana memang tidak ada
keabadian selain DIA. Apakah kamu pernah juga kehilangan orang terkasih untuk
selama-lamanya?
17 komentar
Sekarang tinggal jadi anak terbaik untuknya aja dg selalu mengirim doa kepada mereka...
Hanya doa dan tingkah laku baik kita yg bisa kita persembahkan utk mrk...
Tetap semangat menjalani hari... semoga selalu ada org yg dpt menggembalikan senyum manis lagi.
Kalau saya kehilangan anak pertama..dan rasanya syediiih sekali. Tapi kita mesti tetap semangat meski ditinggal yang tercinta ya Mbak
Al Fatihah untuk mereka. Semoga Allah menempatkan di Jannah Nya, Aamiin.